Hari Pahlawan: Pendidikan yang Baik Memerlukan Guru yang Baik

JAKARTA – Sudah dua kali Agus menjuarai turnamen bulu tangkis Piala Wali Kota tingkat sekolah dasar di kotanya. Bila tahun ini, dia kembali meraih piala bergengsi tersebut, Agus akan tercatat sebagai pemain bulu tangkis junior satu-satunya yang berhasil menjuarai Piala Wali Kota tiga kali berturut-turut di Pekalongan.

“Ingat Gus, ini adalah pertandingan terakhirmu di tingkat SD. Berlatihlah dengan baik. Bertandinglah dengan penuh semangat karena kamu tidak hanya membawa nama pribadi dan keluargamu, tapi juga nama sekolah kita,” ucap Taufik, guru olahraga sekaligus pelatih bulu tangkis memberikan motivasi.

Sambil mengelap keringat yang bercucuran di kening, leher, dan tangan menggunakan handuk kecil, Agus mendengarkan petuah itu dengan baik dan sungguh-sungguh. Terlebih, dia pun mengetahui akan mendapat beasiswa hingga SMA dan masuk ke klub bulu tangkis profesional bila berhasil.

Taufik adalah pemain bulu tangkis profesional yang beralih profesi menjadi guru olahraga di Sekolah Dasar. Sebagai pendidik, dia mengetahui apa yang harus dilakukan. Tak pernah bosan, dia memberikan motivasi. Senyumnya merekah bila melihat anak didiknya itu semangat dan tekun berlatih.

“Nah, anak muda memang harus begitu, Gus. Penuh semangat walau banyak rintangan yang menghadang. Dengan semangat tinggi, kita akan mengukir prestasi. Dengan prestasi, berarti kita telah menyumbangkan sesuatu pada bangsa dan negara. Ingat Gus, membela negara bukan cuma dengan mengangkat senjata atau berperang melawan musuh. Dengan prestasi pun, kita dapat mengharumkan nama negara ini di dunia internasional,” Taufik memberikan nasihat.

Ilustrasi - Pada era digital, kemampuan literasi dan berpikir kritis untuk memahami masalah, kemudian memecahkan masalah secara kreatif menjadi poin penting dalam pola pembelajaran. (Antara/M Agung Rajasa)

Namun, ketika waktu kejuaraan semakin dekat, Agus mengalami musibah. Sepeda yang dikendarainya ketika akan menuju ke tempat latihan tertabrak sepeda motor. Agus mengalami patah tulang di kaki kanannya.

Dia terbaring di ranjang rumah sakit tanpa daya. Sedih dan murung. Kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk bisa berlaga di kejuaraan tersebut. “Saya menyesal tak bisa mewujudkan harapan semua orang yang mendukung saya.”

Taufik dan keluarga terus menghibur. “Sabarlah Gus. Tawakallah. Jangan terlalu kamu pikirkan masalah itu. Musibah ini bukan kehendakmu. Mungkin ada hikmah yang dapat kamu petik di balik kejadian ini.”

“Saya tak mungkin bisa mengharumkan nama keluarga, bangsa, dan negara lagi Pak,” jawab Agus sedih yang langsung dijawab Taufik, “Jangan putus semangat, Gus.”

“Untuk mengukir prestasi dan menyumbangkan sesuatu bagi bangsa dan negara, kamu tidak harus menjadi pemain bulu tangkis. Masih banyak jalan lain yang dapat kamu tempuh untuk memperoleh prestasi yang berguna bagi negara kita. Dengan tekun belajar dan menguasai pelajaran serta tak pernah meninggalkan ibadah, itu juga merupakan prestasi,” ujar Taufik.

Itulah penggalan cerita pendek berjudul ‘Masih Ada Jalan Lain, Gus..’ yang disadur dari buku ‘Ayahku Seorang Pahlawan’ oleh Purwandi D. Cerita yang menggambarkan bagaimana fungsi guru dalam memberikan teladan untuk anak didiknya.

Guru yang Baik

Pendidikan yang baik, menurut Wangsih dan Mutiar Fitri Dewi dalam ‘Kredo Seorang Guru’, memerlukan guru yang baik. Sayangnya, guru umumnya sibuk melengkapi dirinya dengan kemampuan yang terkait dengan akademik atau hard skills dan terkadang lupa mengembangkan kemampuan interpersonal atau soft skills.

Padahal, guru yang baik, yaitu memiliki sinergitas kompetensi yang mampu mengharmonisasikan antara hard skills dan soft skills. Guru yang senantiasa menggunakan kacamata positif dalam setiap sepak terjangnya, baik dalam menghadapi murid, rekan-rekan guru, maupun tugasnya sebagai pendidik

“Para siswa butuh guru yang cekatan, optimis, disiplin, respek, humoris, bersahabat, fleksibel, inspiratif, lembut, responsif, dan empatik,” katanya.

Mendidik bukanlah memaksakan kehendak kepada anak, tetapi justru sebaliknya, yaitu dengan mengantarkan mereka untuk mengungkapkan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas dalam pengetahuan, keterampilan, dan attitude.

Atas dasar itulah, guru tidak hanya mengajar tetapi juga belajar. “Kita belajar memahami siswa, memenuhi kebutuhannya, menciptakan iklim supaya siswa-siswa mencapai kedewasaan optimal. Pembelajaran yang kita lakukan harus senantiasa terbarukan,” tulis buku tersebut.

Ilustrasi - Guru yang baik adalah agen perubahan dan agen pembaharuan. (Antara/Arief Priyono)

Silabus, kurikulum, rencana pelajaran, dan berbagai sarana atau alat pendidikan hanyalah patokan-patokan dan sarana dengan tujuan membantu agar pendidikan lebih berhasil dengan baik. Ini memang penting, tetapi yang lebih penting kompetensi manusianya.

“Banyak pendidik yang terjebak dengan berbagai macam peralatan sarana dan prasarana secara kaku, sehingga pendidikan justru tidak berkembang. Hal paling penting justru bagaimana guru dapat kreatif memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna secara optimal,” tutur Wangsih.

Kreativitas guru sangat dibutuhkan, terlebih pada era digital saat ini ketika arus informasi mengalir deras. Butuh kemampuan literasi dan berpikir kritis untuk memahami masalah, kemudian memecahkan masalah tersebut secara kreatif. Sebab, tidak semua informasi yang ada dapat berdampak baik bagi murid.

Sejatinya, guru yang baik adalah agen perubahan, agen pembaharuan. Ki Hajar Dewantara pernah berucap, “Pendidikan merupakan pintu peradaban dunia. Pintu tersebut tidak akan terbuka kecuali dengan satu kunci, yakni seorang atau sosok guru yang peduli dengan peradaban dunia.”

Guru adalah sosok yang mulia. Merekalah penentu masa depan, pahlawan tanpa tanda jasa. Selamat Hari Pahlawan. Pahlawanku, Teladanku.