BPOM Umumkan Tambahan 2 Industri Obat Langgar Ketentuan Bahan Baku
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengumumkan tambahan dua industri farmasi swasta di Indonesia yang melakukan pelanggaran penggunaan bahan baku obat sirop melampaui ambang batas aman.
"Ada dua industri farmasi yang sudah didapat cukup bukti, yakni PT Samco Farma dan PT Subros Farma," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers di Depok, Jawa Bara dilansir ANTARA, Rabu, 9 November.
Ia mengatakan produk obat sirop produksi dua industri farmasi itu terbukti mengandung cemaran Etilon Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dari pelarut Propilen Glikol (PG), Polietilen Glikol, Sorbitol, atau Gliserin yang melebihi ambang batas aman.
Ambang batas aman bagi kandungan bahan baku pelarut EG/DEG maksimal 0,1 persen.
"Berdasarkan hasil pengujian terhadap bahan baku dan produk jadinya, cemaran EG dan DEG melebihi batas ambang aman," katanya.
Atas pelanggaran tersebut, BPOM telah melakukan penindakan lebih lanjut untuk menghentikan, menarik, dan memusnahkan produk obat sirup yang melebihi ambang batas.
"Penarikan mencakup seluruh gerai, dari mulai Pedagang Besar Farmasi (PBF), instalasi pemerintah, rumah sakit, puskesmas, klinik, apotek, toko obat, dan praktek mandiri tenaga kesehatan," katanya.
Produk obat sirop yang ditarik dari pasaran di antaranya Citomol produksi PT Ciubrus Farma, Citoprim produksi PT Ciubrus Farma, Samcodril produksi PT Samco Farma, dan Samconal produksi PT Samco Farma.
"Terhadap produk sirup obat lain dari PT Ciubrus Farma dan PT Samco Farma yang menggunakan pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, atau gliserin dilakukan penghentian produksi dan distribusi sampai ada hasil pemeriksaan lebih lanjut," katanya.
Baca juga:
Sebelumnya, BPOM telah mencabut Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan izin edar dari tiga perusahaan farmasi swasta di Indonesia sebab terbukti menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.
Ketiga perusahaan yang menerima sanksi administrasi itu di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma.
Ketiga perusahaan farmasi itu terkait dengan temuan obat sirop yang menggunakan bahan baku pelarut PG dan produk jadi mengandung EG yang melebihi ambang batas aman.