Kondisi Ekonomi Indonesia Dinilai Masih Rapuh karena Masih Mengandalkan Konsumsi Pemerintah
JAKARTA - Perekonomian Indonesia masih menyusut 3,49 persen pada kuartal III 2020 yang berarti Indonesia telah mengalami resesi setelah dua triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif.
Banyak pihak memerkirakan perekonomian Indonesia akan mengalami pertumbuhan tipis pada triwulan IV 2020. Meskipun hal tersebut merupakan harapan dan berita bagus, namun kita perlu cermati dahulu seperti apa tren dari masing-masing bagian yang membentuk pertumbuhan ekonomi.
Perlu kita ketahui saat ini beban sangat berat dipundak pemerintah sebagai bukti kehadiran pemerintah membantu masyarakat saat pandemi seperti sekarang ini. Tercatat tingginya konsumsi pemerintah terlihat dari realisasi belanja negara pada triwulan III 2020 sebesar Rp771,37 triliun atau naik dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp559,97 triliun.
Nilai itu sangat terkait Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan mengatasi dampak pandemi, termasuk Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, atau bantuan tunai lainnya. Namun demikian pengeluaran ini bersifat sementara dan tidak dapat menunjang ekonomi secara jangka panjang.
Tingginya konsumsi pemerintah ini menunjukkan pertumbuhan positif 9,76 persen sebagai satu-satunya yang saat ini menopang pertumbuhan ekonomi, bila dibandingkan triwulan sebelumnya masih negatif 6,9 persen.
Kelompok pengeluaran utama lainnya seperti konsumsi rumah tangga, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), maupun ekspor belum mampu tumbuh positif dan berkontribusi pada perekonomian, meskipun sedikit mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan data BPS pada triwulan III-2020, konsumsi rumah tangga minus 4,04 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi minus 6,48 persen, Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) minus 2,12 persen, ekspor minus 10,28 persen, dan impor minus 21,86 persen.
Sementara itu PMTB tumbuh negatif karena terdampak penurunan impor maupun produksi domestik serta kontraksi barang modal jenis kendaraan serta peralatan lainnya. Struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran tidak banyak berubah karena 88,4 persen PDB berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
Sementara konsumsi pemerintah menyumbang 9,69 persen. Apabila ketiga komponen ini terganggu maka pertumbuhan ekonomi juga mengalami tekanan.
Baca juga:
Melihat hal tersebut Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch menyimpulkan bahwa pergerakan ekonomi saat ini masih sangat rentan dikarenakan masih ditopang oleh satu-satunya pengeluaran yaitu konsumsi pemerintah.
"Selama daya beli masih tertekan dan hanya mengandalkan konsumsi pemerintah maka kondisi ekonomi masih sangat rapuh. Kita harapkan tren perbaikan ekonomi mulai terlihat ke depan, paling tidak semester 2 yang akan berpengaruh juga bagi bisnis properti," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis 10 Desember.
Hal ini juga didasari oleh perkembangan ekspor yang mengalami kenaikan selama bulan September 2020 sebesar 6,97 persen, yang disebabkan kenaikan ekspor migas sebesar 17,43 persen dan nonmigasnya juga naik 6,47 persen.
Peningkatan juga terjadi lagi pada Oktober 2020 yang mengalami peningkatan 3,09 persen dibanding September 2020. Ekspor Oktober tercatat sebesar 14,39 miliar dolar AS sedangkan pada bulan sebelumnya ekspor sebesar 14,01 miliar dolar AS. Hal ini tentunya membawa harapan yang lebih baik.