Ajukan Uji Materi ke MK, Pemohon Ingin Tak Ada Rekayasa Dalam Penerapan UU Hukum Pidana
JAKARTA - Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan pengujian materi UU Hukum Pidana itu diajukan Rudy Hartono Iskandar melalui kuasa hukumnya Alamsyah Hanafiah.
Perkara itu bernomor 96/PUU-XX/2022. Alamsyah mengatakan uji materi dilakukan untuk untuk menghindari adanya rekayasa hukum.
"Uji materi oleh pemohon juga dalam rangka agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penyidik," katanya di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 1 Oktober.
Alamsyah mengatakan, hal itu dimaksudkan agar setiap orang yang dilaporkan dalam satu laporan polisi yang yang disangka dalam suatu tindak pidana tidak terjadi rekayasa maupun diskriminasi hukum.
Hal tersebut juga bertujuan menghindari terjadinya pemerasan oleh penyidik dengan cara menerbitkan 11 surat perintah penyidikan dalam satu objek hukum yang sama.
Sehingga, lanjut dia, penyidikan akan memakan waktu selama enam tahun, dan adanya pihak yang menjadi tersangka seumur hidup.
Baca juga:
Dalam petitumnya, Alamsyah mengatakan pengujian materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara juga diajukan demi menghindari terjadinya kriminalisasi hukum terhadap setiap warga negara yang diperiksa penyidik seperti dalam perkara a quo atau yang diduga dialami pemohon.
Di hadapan majelis hakim, Alamsyah menyampaikan kliennya diduga didiskriminalisasi yang disebabkan oleh satu laporan polisi diterbitkan 11 surat perintah penyidikan dengan tim penyidik masing-masing melakukan penyidikan kasus dan objek yang sama.
"Padahal, hak asasi manusia seorang tersangka dijamin dalam KUHAP dan konstitusi UUD 1945," jelasnya.
Persamaan seseorang di hadapan hukum secara jelas telah diatur dalam undang-undang atau disebut juga equality before the law. Hal itu menyangkut hak-hak setiap warga negara.
Dalam sidang yang berlangsung secara virtual tersebut kuasa hukum pemohon juga memohon kepada majelis hakim agar memutus perkara dengan adil dengan putusan sebagai berikut.
Pertama, mengadili dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan frasa kata laporan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 24 adalah pemberitahuan yang disampaikan seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang, kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi tindak pidana UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Hal itu sepanjang tidak dimaknai dengan frasa kata satu laporan polisi yang disertai dengan satu surat perintah penyidikan. Selain itu, menyatakan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.