Puan Maharani Minta Pembentukan Satgas Cegah Kekerasan Seksual

JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani meminta Pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) guna mencegah kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan institusi negara. Menyusul, adanya kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada tenaga honorer di salah satu kementerian. 

Puan menilai, para pelaku kekerasan seksual harus mendapat sanksi tegas. Apalagi, saat ini sudah ada Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam UU TPKS, pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan dapat dipidanakan.  

“Siapa pun pelaku kekerasan seksual, harus mendapatkan sanksi seberat-beratnya,” ujar Puan dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Oktober.

“Selain itu, UU TPKS juga mengatur pemberatan ancaman hukuman bagi pelaku yang merupakan atasan korban di tempat kerja,” imbuhnya.

Puan mengingatkan, agar pihak-pihak terkait memberikan pendampingan kepada korban. Selain untuk pemulihan dan pendampingan hukum, kata Puan, seluruh hak korban harus pula terjamin.

“Keadilan bagi korban kekerasan seksual harus ditegakkan dan tidak boleh ada yang melakukan intervensi,” tegasnya.

Karena itu, Puan mendesak Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah membentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual di setiap satuan kerja untuk mencegah terjadinya kasus serupa.

Dia menilai, Satgas Anti Kekerasan Seksual sejalan dengan UU TPKS yang tak hanya sekadar mengatur soal pemulihan, penanganan, dan penyelesaian kasus kekerasan seksual, tapi juga soal pencegahan.

“Selain berperan untuk mengawal penyelesaian kasus, Satgas juga bisa menjadi garda terdepan dalam upaya mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan institusi negara. Dukungan moral dan aturan sistemik pun harus dibuat untuk membantu korban pulih dari trauma,” jelas Puan.

Puan juga mengimbau seluruh kementerian/lembaga untuk mengungkap kasus-kasus kekerasan seksual di institusinya beserta ketegasan dalam penanganannya. Hal itu diperlukan sebagai pembelajaran bagi pejabat negara maupun pegawai di insitusi negara agar tidak menjadi pelaku kekerasan seksual.

“Seluruh kantor kementerian maupun lembaga negara beserta lingkungan sosialnya harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan untuk bisa berdaya dan mengaktualisasi diri. Kejadian seperti ini tidak boleh terulang lagi,” kata Puan.

Di sisi lain, Puan meminta kepada korban-korban kekerasan seksual agar berani bersuara. Pasalnya, tak sedikit perempuan dan korban lainnya merasa malu dan tak berdaya untuk mengungkapkan kasus kekerasan seksual.

“Tidak perlu khawatir atau takut karena korban kekerasan seksual akan mendapat perlindungan, termasuk kerahasiaan identitas diri. Pengungkapan kasus kekerasan seksual dapat membantu agar kasus serupa dapat dihindari,” ucap Puan.

Untuk mendorong korban berani bicara dan melapor, Ketua DPP PDIP itu mendorong unit-unit pelaksana teknis kasus kekerasan seksual bekerja secara optimal. Puan juga berharap adanya partisipasi publik karena dapat membantu penyelesaian dan pencegahan kasus kekerasan seksual.

“Dibutuhkan sosialisasi yang masif dari Pemerintah bekerja sama dengan organisasi perempuan, organisasi kemasyarakatan, dan jaringan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran publik agar pencegahan kekerasan seksual bisa dilakukan secara maksimal,” pungkas Puan.