Gangguan Ginjal Akut pada Anak: Ketika Obat Sirop Tak Perlu Dikocok karena Kandungan Pelarut Tambahan
JAKARTA - Tren kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia terus meningkat. Data Kementerian Kesehatan menyebut, awalnya hanya 4 kasus pada triwulan pertama 2022. Kemudian meningkat 8 kasus pada triwulan kedua, 119 kasus pada triwulan ketiga, dan 110 kasus pada Oktober 2022.
“Artinya, selama periode Januari-Oktober 2022, sudah terdapat 241 kasus gangguan ginjal akut di Indonesia yang terjadi di 22 provinsi. Peningkatan signifikan mulai terjadi pada Agustus 2022,” ucap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers ‘Perkembangan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia’ pada Jumat (21/10).
Dari jumlah tersebut, 153 kasus menyerang anak usia 1-5 tahun, 37 kasus usia 6-10 tahun, 26 kasus usia kurang dari 1 tahun, dan 25 kasus menyerang usia 11-18 tahun.
Mayoritas pasien, kata Budi Gunadi, mengalami gejala klinis mulai dari demam, kehilangan nafsu makan, lelah dan tidak enak badan, mual, muntah, ISPA, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi, hingga pendarahan.
“Sebanyak 71 kasus dilaporkan memiliki gejala anuria atau tidak bisa buang air kecil dan 40 kasus mengalami oliguria atau penurunan jumlah air kencing. Pada umumnya mereka memburuk, sesudah lima hari, biasanya turun secara drastis sehingga lebih dari 55 persen atau 133 kasus meninggal dunia,” tuturnya.
Sejauh ini, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan beberapa lembaga lain sudah melakukan sejumlah penelitian terkait penyebab merebaknya gangguan ginjal akut. Hasilnya, bukan karena patogen. Ini berarti bukan karena COVID-19 atau vaksinasi COVID-19.
Berdasar analisis patologi yang dilakukan terhadap 32 kasus per 18 Oktober 2022, sangat kecil disebabkan karena Human Parainfluenza virus, influenza A, adeno virus, atau karena koinfeksi.
“Melihat kasus di Gambia dan rilis dari WHO pada 5 Oktober 2022 mengenai penyebab gangguan ginjal akut adalah karena senyawa kimia etilen glikol dan dietilen glikol, kami pun segera menulusuri dan melakukan pengecekan toksikologi dan biopsi,” Budi Gunadi menjelaskan.
Pengecekan dilakukan terhadap beberapa pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Hasilnya, lebih dari 60 persen pasien memiliki dua senyawa tersebut, ditambah satu senyawa kimia lainnya, yakni etilen glikol butil ether.
“Ketiga senyawa kimia itu akan berubah menjadi asam oksalat di dalam tubuh. Bila masuk ke ginjal, asam oksalat akan berubah bentuk menjadi kalsium oksalat, seperti kristal-kristal kecil yang tajam. Dibiopsi sama teman-teman di RSCM, confirm. Ternyata ginjal-ginjalnya rusak karena adanya kalsium oksalat,” papar Budi Gunadi.
102 Obat Dilarang
Kemudian, Kementerian Kesehatan melakukan penelusuran dengan mendatangi 156 rumah pasien. Ini untuk mengetahui dari mana senyawa kimia tersebut masuk ke dalam tubuh. Petugas mengambil beberapa sampel obat, khususnya obat sirop yang sempat dikonsumsi pasien.
Kesimpulan sementara, ada 102 obat sirop yang diketahui menjadi riwayat pengobatan para pasien gangguan ginjal akut.
“Walaupun belum 100 persen tahu yang mana obat yang berbahaya dan yang tidak, kami langsung mengambil kebijakan yang bersifat konservatif,” kata Budi.
Meminta seluruh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tidak meresepkan obat-obat dalam bentuk sediaan cair atau sirop, Juga, meminta seluruh apotik tidak menjual obat sirop kepada masyarakat. Khususnya 102 obat sirop tersebut.
"Semalam, kita undang Gabungan Perusahaan Farmasi, Ikatan Apoteker Indonesia, ahli farmakologi. Dari daftar 102 obat sirop, kami klasifikasi lagi, mana yang sangat berbahaya, sedang, berpotensi bahaya, sedikit sekali potensi berbahaya, dan yang tidak berbahaya," ucap Budi Gunadi.
Kebijakan ini, menurutnya, hanya bersifat sementara sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Terkait itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah meminta perusahaan farmasi melakukan uji mandiri terhadap produk-produk obat sirop.
Sebab, menurut Inspektur Utama BPOM Elin Herlina, sudah menjadi tanggung jawab perusahaan farmasi dalam memberikan jaminan memproduksi dan mengedarkan produk obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat.
“Kami sudah menerbitkan surat kepada pimpinan dan penanggung jawab apotik farmasi tanggal 18 Oktober untuk meminta pengujian secara mandiri terhadap bahan baku yang digunakan. Kemudian, melaporkan kepada BPOM, dan kami beri batas waktu,” ucap Elin pada kesempatan sama.
Sebagai antisipasi lainnya, Kemenkes juga sudah mencoba obat Fomepizole dari Singapura sebagai obat gangguan ginjal akut. Hasilnya efektif.
“Kita coba ke 10 pasien di RSCM, ternyata kondisinya jadi stabil. Setelah diberi obat ini (Fomepizole), sebagian membaik, sebagian stabil. Kita mau bawa 200 dulu karena satu vial bisa buat satu orang,” ucapnya.
Obat diberikan melalui beberapa kali injeksi. Harga satu vial Fomepizole Rp 16 juta.
“Biaya, sementara akan ditanggung pemerintah,” tutur Budi Gunadi.
Senyawa Kimia
Sejumlah obat batuk sirop yang beredar di Indonesia mengandung polietilen glikol atau zat pelarut tambahan. Polietilen glikol sebenarnya tidak beracun, tetapi kualitas produksinya buruk, bisa menghasilkan cemaran berupa senyawa kimia seperti etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butil ether.
Menurut Budi Gunadi, cemaran itulah yang berbahaya. “Kalau dilihat di label pasti tidak ada karena ini bukan bahan aktif. Ini adalah pelarut tambahan yang memang sangat jarang ditulis di senyawa aktif obat.”
Dalam kadar tertentu etilen glikol sangat beracun, hewan atau manusia yang meminum larutan tersebut bisa menjadi sangat sakit hingga menyebabkan kematian.
Melansir laman VUMC, etilen glikol dan dietilen glikol merupakan senyawa alkoholik tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki rasa manis. Etilen glikol adalah molekul individu dengan rumus C2H6O2. Sedangkan, dietilen glikol dibentuk oleh kombinasi dua molekul etilen glikol melalui ikatan eter. Memiliki rumus molekul C4H10O3.
Kemenkes sudah merilis daftar rumah sakit rujukan untuk pasien gangguan ginjal akut. Jika dalam 1x24 jam pasien tidak mendapatkan penanganan, fasilitas kesehatan harus melakukan rujukan ke rumah sakit rujukan dialisis anak. Berikut daftar 14 rumah sakit rujukan anak untuk mendeteksi gangguan ginjal akut:
- RSUP Cipto Mangunkusumo
- RSUD Dr Soetomo Surabaya
- RSUP Dr Kariadi Semarang
- RSUP Dr Sardjito DI Yogyakarta
- RSUP Prof Ngoerah
- RSUP H Adam Malik
- RSUD Saiful Anwar Malang
- RSUP Hasan Sadikin Bandung
- RSAB Harapan Kita
- RSUD Dr Zainoel Abidin Banda Aceh
- RSUP Dr M Djamil
- RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar
- RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
- RSUP Prof Dr RD Kandou
"Masyarakat jangan panik. Kalau misalkan sakit dan bingung harus minum obat apa, tanyakan saja ke dokter. Kita sudah menyosialisasikan protokol penanganan gangguan ginjal akut ke para dokter dan tenaga kesehatan di seluruh daerah," Budi Gunadi menandaskan.