Tak Tepat Sasaran, Wakil Ketua Komisi VII DPR Sarankan Pemerintah Ubah Metode Subsidi Energi
JAKARTA - Komisi VII DPR melihat ada masyarakat yang salah paham memaknai kenaikan harga BBM subsidi.
Padahal, yang sebenarnya terjadi bukan pencabutan subsidi tetapi pengurangan relokasi anggaran.
Sebab, selama ini permasalahan yang sering terjadi adalah penyaluran subsidi tidak tepat sasaran.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman mengatakan, subsidi salah sasaran merupakan problema yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, karena penggunaan metode terbuka yang salah sejak awal.
"Karena yang disubsidi barang, akhirnya semua orang berpotensi membeli barang tersebut. Dimanapun, setiap ada satu barang dengan 2 harga berbeda pasti berpotensi disalahgunakan, terjadi permainan," kata Maman kepada wartawan, Rabu, 28 September.
Atas dasar itu, Maman mendorong pemerintah mengubah metode subsidi terbuka menjadi subsidi tertutup. Artinya, subsidi tidak lagi diberikan kepada barang, namun langsung kepada masyarakat.
"Kembali pada definisi awal subsidi, orang yang tidak mampu diberikan kemampuan oleh negara untuk memiliki daya beli. Dalam hal ini misalnya pemerintah kasih uang supaya mereka bisa beli elpiji, jadi elpiji 3 kilogramnya dijual dengan harga pasar," ujar Maman.
Lebih lanjut, Maman meyakini dengan cara ini, subsidi energi akan jauh lebih tepat sasaran. Namun, dengan catatan data penerima harus benar-benar valid.
"Tapi pertanyaannya, apakah data orang miskin yang dimiliki pemerintah sudah benar atau belum?," tanya Maman.
Menurut Maman, hal inilah yang perlu dikawal bersama. Ia pun mendorong kelompok pemerhati publik harus masuk ke wilayah ini.
Senada dengan Maman, Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan menilai perlu adanya reformasi pola subsidi dari pemerintah.
Pasalnya, selama ini subsidi diberikan langsung kepada barang.
"Karena selama ini kita subsidi berbasis barang, dan itu salah sekali," kata Mamit.
Baca juga:
Masih kata Mamit, subsidi tertutup yang berbasis orang justru lebih mudah diterapkan. Karena pemerintah sudah memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga jelas, siapa sasaran penerima subsidi yang dituju.
"Kenapa kita harus lakukan reformasi pola subsidi, supaya tepat sasaran. Pemerintah tidak terus-terusan teriak beban subsidi naik," ucapnya.
Sebagai jalan menuju reformasi, Mamit menekankan pentingnya revisi terhadap Perpres Nomor 191 Tahun 2014.
"Ini revisi Perpres tidak selesai-selesai. Makanya saya minta BPH Migas dorong terus revisi ini," kata Mamit.