Peneliti Indef Sebut Inflasi Tahunan RI Bisa Capai 8,79 Persen di 2022
JAKARTA - Peneliti Center of Food, Energi, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dhenny Yuartha Junifta menyebut titik tertinggi inflasi secara tahunan bisa mencapai 8,79 persen di 2022.
Pasalnya, setiap kenaikan harga BBM senilai 1 persen, Indeks Harga Konsumen (IHK) akan naik 0,12 persen.
“Jadi ketika harga BBM naik, IHK juga akan meningkat. Kita bisa tahu dari beberapa grafik bagaimana kenaikan pertalite meningkatkan IHK pada 2016 dan 2018,” katanya dalam diskusi daring Indef yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Kenaikan harga BBM yang meningkatkan inflasi juga akan mengurangi konsumsi rumah tangga di mana kenaikan inflasi sebesar 1 persen akan mengurangi konsumsi rumah tangga sebesar 0,008 persen.
“Semakin tinggi inflasi tentu konsumsi rumah tangga nasional akan berkurang. Ini yang juga tentunya akan berdampak terhadap tingkat kemiskinan yang berpotensi naik,” katanya.
Pasalnya, kenaikan upah riil buruh tidak sejalan dengan kenaikan inflasi sebagaimana terjadi pada 2021, upah riil buruh hanya naik 0,13 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara inflasi bahan pangan naik secara tahunan hingga mencapai 3,2 persen.
Baca juga:
- APBN 2023 Makin Agresif, Pemerintah dan DPR Sepakat Pendapatan Negara Naik Rp19,4 Triliun
- Bulog Pastikan Stok Beras dan Gula untuk Maluku dan Malut Mencukupi hingga 5 Bulan ke Depan
- Faktor Global Sulit Dikendalikan, Pemerintah Pilih Perkuat TPID untuk Kendalikan Inflasi
- Pemprov Jatim Siapkan Rp185 Miliar Dana Bansos Penanganan Dampak Inflasi
Ia menyarankan, pemerintah menambah bantauan sosial kepada masyarakat.
Menurut dia, bantuan sosial senilai Rp24,17 triliun diperkirakan tidak akan cukup meredam dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap daya beli masyarakat.
Adapun bantuan langsung tunai (BLT) untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan subsidi upah untuk 16 juta pekerja semestinya diberikan dengan nominal setidaknya Rp1 juta per penerima per bulan.
“Ada sekitar 113 juta aspiring middle class artinya ada 113 juta kelas menengah yang dia itu sebenarnya tidak miskin, tapi dia mudah masuk ke masyarakat miskin,” ucapnya.