Pertamina Jual Rugi Pertamax, Anggota Komisi VII DPR Minta Pemerintah Buka Harga Pokok Produksi

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mempertanyakan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebut PT Pertamina (Persero) menjual rugi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax RON 92.

Ia mendesak pemerintah untuk membuka data Harga Pokok Produksi (HPP) bahan bakar produksi perusahaan pelat merah tersebut.

"Bagaimana bisa badan usaha melakukan aksi jual rugi. Ini sama saja aksi bunuh diri bagi perusahaan," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13 September.

Dirinya juga meminta Pertamina untuk membuka data HPP dan harga keekonomian BBM jenis Pertamax RON 92.

Bila memang Pertamina jual rugi BBM jenis Pertamax RON 92, lanjutnya, maka semua pihak yang terlibat perlu dimintai pertanggungjawaban.

"Apakah Menteri BUMN dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) menyetujui aksi jual rugi ini. Kalau jawabnya 'ya', maka ini adalah kondisi yang aneh bin ajaib," katanya.

Menurutnya, aksi jual rugi ini seperti menjerumuskan BUMN anak buahnya ke jurang kehancuran.

Terkait harga jual BBM jenis Pertamax RON 92, Mulyanto menilai, harga jual jenis itu di Indonesia relatif mahal.

Sebab, dibandingkan dengan BBM non subsidi Petronas Malaysia RON 97 (dengan RON 5 tingkat di atas Pertamax RON 92) harganya hanya Rp14.190 per liter (4.2 RM).

Artinya, BBM Petronas ini lebih murah sebesar Rp310 per liter daripada harga Pertamax RON 92 saat ini yang Rp14.500 per liter.

Fakta tersebut, menurut Mul, begitu ia biasa disapa, cukup menggelitik.

Bahwa harga BBM non-subsidi Petronas dengan angka RON lima tingkat lebih tinggi, ternyata lebih murah sebesar Rp310 per liter dibandingkan dengan harga jual Pertamax RON 92.

"Dan semakin aneh bin ajaib lagi, kalau Menteri BUMN menyatakan, bahwa dengan harga jual sebesar itu pun Pertamax RON 92 masih dalam kondisi jual rugi," ungkapnya.

Asal tahu saja, Menko Airlangga sebelumnya mengatakan, harga keekonomian Pertamax RON 92 sesungguhnya adalah Rp15.150 per liter.

Jika benar demikian, in-efisensinya dipertanyakan. Mulyanto mencurigai hal itu pekerjaan mafia migas yang mana sebagian dari produk Pertamax diproses pada kilang di luar negeri.