Krisis Ekonomi Membuat Singa di Kebun Binatang Sudan Terlantar
JAKARTA - Januari 2020 merupakan bulan yang dipenuhi dengan kabar menyedihkan tentang dari dunia binatang. Belum lama ini, kebakaran hutan di Australia yang terjadi dari September 2019 hingga kini membuat hewan-hewan seperti koala dan kanguru mati terbakar.
Kini jagad internasional kembali dihebohkan dengan sebuah keadaan yang memprihatinkan di kebun binatang di Sudan. Dilansir dari New York Times, Kamis 23 Januari, memperlihatkan kondisi singa-singa yang berada di kebun binatang Al-Qureshi di Khartoum terlihat sangat kurus. Bahkan hewan liar yang memiliki sebutan raja hutan ini terlihat hanya seperti tulang terbalut kulit.
Menurut laporan, singa-singa yang berjumlah lima ekor tersebut kekurangan makanan dan obat-obatan selama berminggu-minggu. Pengelola kebun binatang dan petugas medis Kebun Binatang Al-Qureshi mengatakan kondisi para singa memburuk selama beberapa minggu terakhir yang membuat mereka kehilangan hampir dua pertiga berat badan.
"Makanan tidak selalu tersedia, jadi seringkali kami membelinya dari uang kami sendiri untuk memberi singa-singa itu makan," kata Essamelddine Hajjar, seorang manajer Kebun Binatang Khartoum Al-Qureshi.
Karena ketidakmampuan membeli makanan, banyak hewan-hewan yang akhirnya mati atau dievakuasi. Kini kebun binatang tersebut hanya menyisakan singa-singa yang kurus.
Sudan berada di tengah-tengah krisis ekonomi yang memburuk. Keadaan Sudan semakin terpuruk karena harga pangan melonjak dan rendahnya kurs mata uang Sudan. Kebun binatang ini dikelola oleh kotamadya Khartoum, tetapi juga didanai sebagian oleh pihak swasta.
Sekadar informasi, pada Minggu 19 Januari 2020, kerumunan warga, sukarelawan, dan jurnalis berbondong-bondong ke kebun binatang tersebut untuk melihat singa-singa kurus setelah foto-foto mereka tersebar di jaringan media sosial.
Gambar-gambar yang meresahkan itu dibagikan di media sosial oleh seorang pembela hak-hak hewan setempat, mendapat tanggapan berapi-api dari ribuan orang di seluruh dunia. Namun hal tersebut tidak cukup untuk menyelamatkan singa-singa di kebun binatang itu, kata aktivis setempat Zuhair al-Sarag.
Salah satu dari lima singa diikat dengan tali dan diberi cairan infus untuk memulihkannya dari dehidrasi. Selain itu, terlihat juga potongan daging busuk yang dikerubungi lalat berserakan di dekat kandang singa.
Keadaan kebun binatang tersebut juga sangat memprihatinkan. Lingkungan yang tidak bersih memengaruhi kesehatan hewan-hewan yang berada di kata pejabat lain di taman itu.
Banyak organisasi internasional bersedia membantu" singa-singa tersebut, termasuk kelompok penyelamat yang diperkirakan akan segera hadir di Sudan, kata Osman Mohamed Salih, aktivis pertama yang meminta bantuan secara online.
Tetapi untuk sementara, banyak yang telah mencoba membantu dengan menyumbang uang melalui situs crowdfunding. Salih menambahkan, sanksi Amerika Serikat terhadap Sudan menjadi faktor sulitnya kebun binatang menerima dana melalui platform populer seperti GoFundMe. Namun hingga kini tidak ada tanggapan langsung dari GoFundMe.
"Saya terguncang ketika melihat singa-singa ini di kebun binatang... tulang mereka menonjol dari kulit," tulis Osman Salih di Facebook saat ia meluncurkan kampanye online di bawah slogan #Sudananimalrescue.
"Saya mendesak orang dan institusi yang tertarik untuk membantu mereka," tambahnya.
Penduduk setempat yang khawatir dengan nasib singa-singa itu, berbondong-bondong membantu baru-baru ini. Mereka membawa makanan dan barang-barang keperluan medis, meskipun mereka sendiri juga mengalami krisis ekonomi. Melonjaknya harga pangan di Sudan memicu gerakan protes massal pada 2019 yang mengguncang negara besar Afrika itu, akhirnya menuntut Omar al-Bashir untuk mundur sebagai presiden pada April 2019.