Lalu Lintas Moskow Macet Gegara Peretas Panggil Taksi Online di Tujuan Sama pada Waktu yang Sama

JAKARTA – Ulah Peretas telah menyebabkan kemacetan lalu lintas besar di jalanan Moskow, setelah mereka mengeksploitasi aplikasi ride-hailing Rusia, Yandex Taxi. Para peretas itu memanggil puluhan taksi ke lokasi yang sama pada waktu yang sama. Serangan itu terjadi pada 1 September dan lalu lintas menuju Prospek Kutuzovsky, sebuah jalan raya yang sudah sibuk menjadi macet.

Sebuah video yang menunjukkan barisan taksi yang tampaknya berusaha mencapai tujuan yang sama dibagikan secara luas di Twitter dan Reddit pada Kamis, 31 Agustus. Sementara Moskow dikenal dengan lalu lintasnya yang padat. Ibu kota Rusia ini menduduki peringkat nomor dua sebagai kota paling padat di dunia tahun lalu. Namun insiden ini tidak terkait dengan pola lalu lintas khas ibu kota.

“Pada pagi hari, 1 September, Yandex.Taxi menghadapi upaya penyerang untuk mengganggu layanan yang menyebabkan beberapa lusin pengemudi menerima pesanan massal ke wilayah Fili,” kata juru bicara Yandex, Polina Pestova dalam sebuah pernyataan kepada The Verge.

Layanan ride-hailing, yang dimiliki oleh raksasa internet Rusia, Yandex, itu menambahkan bahwa kemacetan berlangsung kurang dari satu jam, dan bahwa “algoritma untuk mendeteksi dan mencegah serangan semacam itu telah ditingkatkan untuk mencegah insiden serupa di masa depan. ”

Yandex belum mengkonfirmasi siapa yang melakukan serangan itu, tetapi kelompok peretas Anonymous, mengaku bertanggung jawab atas kemacetan di Twitter. Mereka mengaku bekerja dengan Angkatan Darat TI Ukraina, sebuah kelompok peretas yang terorganisir secara longgar yang dibentuk oleh wakil perdana menteri Ukraina Mykhailo Fedorov ketika Rusia pertama kali menginvasi Ukraina.

Anonymous mendeklarasikan "perang dunia maya" melawan Rusia awal tahun ini, dan kemudian mengklaim telah membajak saluran TV Rusia dengan cuplikan perang yang dianggap "ilegal" di negara tersebut.

Sejak saat itu, para peretas telah membocorkan data dan email senilai terabyte milik lembaga pemerintah negara itu dan perusahaan besar sebagai bagian dari kampanye siber yang sedang berlangsung melawan Rusia.