Pakar Hukum Tata Negara: Pangdam Jaya Dudung Tak Bisa Bubarkan FPI

JAKARTA - Sikap Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman memerintahkan pembersihan baliho Ketua Forn Pembela Islam Rizieq Shihab di Petamburan menuai pro dan kontra. Termasuk pernyataannya yang akan membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) tersebut jika tak taat aturan.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun angkat bicara mengenai hal ini. Ia menjelaskan ada dua kategori organisasi masyarakat. Pertama, oraganisasi yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedua, organisasi yang memiliki badan hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham).

Tekait dengan pembubaran organisasi masyarakat, kata dia, hanya bisa dilakukan melalui dua pintu. Pertama adalah pintu pengadilan dan pintu kedua adalah pintu 'kesewenang-wenangan'.

Namun, kata Refly, jika berkaca pada Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017, pembubaran ormas juga bisa dilakukan tanpa due process of law. Artinya, pembubaran itu dilakukan lebih dahulu.

"Tapi jangan lupa, kalau itu (ormas) terdaftar maka pendaftarannya saja yang dicabut. Kalau itu berbadan hukum, status badan hukumnya yang dicabut. Tapi seharusnya deklarasi pembubaran itu dilakukn oleh pengadilan. Karena, aspek administratifnya boleh di Kemenkumham, tetapi aspek subtantifnya harusnya di pengadilan," katanya, dikutip dari kanal YouTube Refly Uncut, Minggu, 22 November.

Menurut Refly, Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 rancu. Sebab terdapat pernyataan pembubaran ormas dengan mencabut status badan hukumnya. Menurut dia, ini menjadi tanda tanya bagaimana membubarkan suatu ormas jika tidak memiliki status badan hukum dan tidak terdaftar di Kemendagri.

"FPI misalnya sekarang belum ada status badan hukumnya entah yayasan atau perkumpulan. Pendaftarannya itu ditolak kalau tidak salah beberapa bulan lalu atau tahun lalu. Kalau mau dibubarkan bagaimana caranya? Karena itu lah, menurut saya satu-satunya cara jalan ya harus dibawa ke pengadilan. Siapa yang menuntut? Pemerintah," ucapnya.

Meski begitu, Refly menjelaskan, terdaftar atau tidak di Kemendagri bukan suatu masalah besar bagi organisasi masyarakat. Sebab, eksistensi sebuah organisasi bukan terletak pada pendaftarannya tetapi pada sebuah kegiatan aktualnya dan itu dilindung oleh konstitusi.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari mengaku terkejut dengan pernyataan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdulrachman mengenai pembubaran FPI. Menurut dia, pembubaran ormas bukan urusan TNI, hal ini menjadi ranah Kemenkumham dan Kemendagri. Refly mengaku sependapat.

"Pernyataan seperti yang dikeluarkan oleh Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman, keliru. Karena bukan urusan Pangdam termasuk Panglima TNI sekalipun untuk menurunkan Baliho dan menyuruh membubarkan sebuah organisasi. Karena TNI itu alat pertahanan negara harus profesional, harus beyond dari politik," tuturnya.\

Refly juga mengaku tak heran jika banyak pihak yang mendukung pernyataan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdulrachman meskipun keliru. Hal ini mungkin karena merasa tak nyaman dengan keberadaan FPI.

"Itu di-endorse juga. Padahal keliru. Ini kan bukan urusan Pangdam. Tapi kan kadang-kadang, kelompok-kelompok yang pro pemerintah Jokowi yang merasa tidak begitu nyaman dengan FPI itu akhirnya bisa mengamini pernyataan seperti yang dikeluarkan oleh Dudung Abdurahman yang kebetulan Pangdam Jaya," jelasnya.

Di sisi lain, Refly berujar sebuah institusi bisa jadi melanggar hukum tapi pelanggaran hukum pun tidak dilakukan oleh organisasinya. Namun, pasti dilakukan oleh individu-induvidu. Terkecuali dari awal organisasi itu memang ingin menyebarkan paham komunisme, ini jelas dilarang oleh negara.

"Kalau misalnya oknum orang-orangnya atau pengurusnya melakukan pelanggaran hukum, maka pelanggaran hukum itu harus diproses secara individual mereka yang melangga. Tapi ya kalau kita belihat FPI Habib Rizieq dan sebagainya ini seperti melihat sesuatu yang ngeri-ngeri sedap," tuturnya.

Karena itu, Refly berharap, masalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Ia juga meminta agar Presiden Jokowi atau orang di lingkar dekat Jokowi tidak menggoda TNI untuk berpolitik kembali.

"Karena kalau TNI sudah berpolitik waduh berat kita karena dia pegang senjata. Tidak bisa kita berdemokrasi dengan senjata. Demokrasi itu harus dengan akal budi, pikiran bukan dengan kekerasan," katanya.

>