2 Terdakwa Korupsi Dana BOS Lampung Tengah Dituntut 6 Tahun Penjara Plus Bayar Uang Pengganti Rp4,6 Miliar
BANDAR LAMPUNG - Dua orang terdakwa kasus tindak pidana korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) di Kabupaten Lampung Tengah dituntut hukuman kurungan penjara selama enam tahun.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan kurungan penjara terhadap kedua terdakwa, yakni Riyanto dan Erna Susiana dengan hukuman selama enam tahun," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lampung Tengah Faris Afifty dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung dilansir ANTARA, Rabu, 24 Agustus.
Jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan penjara enam bulan dan membayar uang pengganti kerugian negara kepada terdakwa.
"Membayar uang pengganti yang telah dinikmati oleh keduanya secara tanggung renteng atau patungan sebesar Rp4.644.006.672 subsider kurungan penjara selama dua tahun dan enam bulan," kata Faris.
Dalam sidang tersebut, Iskandar, penasihat hukum terdakwa Erna Susiana menyatakan keberatan atas tuntutan pembayaran kerugian negara yang dibayarkan secara tanggung renteng. "Kami keberatan jika pembayaran kerugian negara dibayarkan dengan tanggung renteng," katanya.
Selain itu, pengacara juga mengatakan dakwaan jaksa terhadap kliennya dalam perkara dugaan korupsi dana BOS tersebut kabur.
Pada poin selanjutnya, Iskandar juga meminta kepada majelis hakim agar kliennya dibebaskan dari segala tuntutan yang didakwakan jaksa.
Perbuatan terdakwa Riyanto, mantan Kepala Bidang Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Tengah dan Erna Susiana sebagai rekanan bermula saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyalurkan dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja kepada 195 sekolah di Lampung Tengah tahun 2019.
Terdakwa Erna saat itu bertemu dengan Riyanto untuk memperkenalkan sistem elektronik pengadaan barang jasa dari Kemendikbud bernama Siplah kepada para kepala sekolah Kemudian terdakwa Riyanto mempertemukan Erna dengan Kepala Disdikbud Lampung Tengah bernama Kusen.
"Dalam pertemuan tersebut, Kusen menyetujui permintaan Erna dengan catatan tidak ada paksaan dan itu hak mutlak bagi sekolah masing-masing," kata Kusen yang disampaikan oleh jaksa dalam dakwaannya.
Selanjutnya, terdakwa Erna melakukan sosialisasi ke kepala sekolah bahwa perusahaannya bisa membantu penyediaan barang. Erna pun meminta akun/password masing-masing kepala sekolah yang akan digunakan untuk pemesanan dan pihak sekolah mengirimkan dana ke perusahaan milik Erna. Total ada 163 sekolah yang memesan melalui Erna.
Baca juga:
- Motif Pembunuhan Brigadir J Masih Misteri, Kapolri Bakal Dalami Keterangan Istri Irjen Ferdy Sambo
- Dugaan Obstruction of Justice di Kasus Brigadir J Makin Banyak, Kapolri: Sudah 97 Anggota Diperiksa
- Kapolri Akui Setelah 'Gerbong' Irjen Ferdy Sambo Dimutasi Besar-besaran, Penyidikan Kasus Kematian Brigadir J Jadi Lancar
- PDIP Sebut Perpecahan Dua Geng Anak Buah Anies Bikin Kerja ASN Tak Efektif
Pada Oktober 2019 hingga Januari 2020, Erna melakukan pembelanjaan barang kebutuhan BOS Afirmasi dan BOS Kinerja Tahun 2019 sebesar Rp9.018.955.000.
Berdasarkan Permendikbud RI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis BOS Afirmasi dan Kinerja (AFKIN), alokasi dana tersebut digunakan untuk pembiayaan penyediaan fasilitas akses rumah belajar berupa perangkat tablet, perangkat komputer PC, laptop, proyektor, perangkat jaringan nirkabel, hardisk eksternal dengan spesifikasi barang yang telah diatur .
"Untuk pendistribusian barang ke kecamatan adalah terdakwa Erna bersama dengan anak buahnya, yakni Alex, Ardi, Fadli, Dimas, Erwin, Roni, Revi, Supri, dan Aris. Kemudian dari hasil pemeriksaan tim ahli TIK Universitas Lampung perangkat tablet, komputer, perangkat jaringan nirkabel, dan proyektor spesifikasinya tidak sesuai acuan Permendikbud. Kemudian tidak terpasang DVD room dan wifi dongle pada komputer. Kemudian ada tiga dari 18 laptop yang berbeda serial number, laptop tidak disertai CD software sistem operasi Microsoft Windows," kata dia.
"Akibat dari perbuatan terdakwa dalam proses pengadaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan sesuai dengan laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian negara, jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp4.644.006.672," kata Jaksa Faris.
Dalam perkara tersebut, keduanya didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) dan ayat (3) UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.