Melanjutkan Perlawanan terhadap UU KPK Hasil Revisi
JAKARTA - Perlawanan terhadap UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum selesai. Siang ini, kami menemui sejumlah pegiat antikorupsi yang berencana mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang (UU) tersebut.
Betti Alisjahbana baru menyelesaikan satu setengah jam pertemuan dengan pimpinan KPK ketika ditemui para wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Ia menyatakan segera mengambil langkah uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat UU yang ia nilai melemahkan kerja KPK dalam memberantas korupsi.
"Kami merencanakan untuk mengajukan judicial review. Jadi, itu bentuk dukungan kami, dan pada intinya kami ingin agar KPK terus kuat," kata anggota Pansel KPK tahun 2015 itu, Jumat, 15 November.
Selain Betti, sejumlah pegiat antikorupsi lain juga hadir dalam pertemuan bersama pimpinan KPK. Bhivitri Susanti, salah satunya. Bhivitri menjelaskan, saat ini mereka tengah merumuskan strategi hukum. Bukan apa-apa. Memenangi gugatan uji materiil bukan perkara mudah.
UU KPK sendiri sebelumnya sempat digugat oleh sekelompok mahasiswa. Namun, gugatan mahasiswa dinilai prematur karena UU yang digugat belum diberi nomor. Meski begitu, Bhivitri tak melihat kesalahan uji materiil mahasiswa sebagai hal pesimis.
"(Pengajuan) Mahasiswa kan prematur, ya. Belum ada nomornya sudah diajukan ... Nah, tapi kami melihat gelagat MK akhir-akhir ini, cukup khawatir kondisi terburu-buru itu akan memberikan alasan MK untuk tidak menerima atau menolak," kata Bhivitri kepada wartawan.
Yang jelas, kesalahan dalam uji materiil mahasiswa akan dipelajari sebagai upaya menyusun strategi hukum yang akan mereka ambil. Bhivitri menolak menjelaskan rinci strategi tersebut. Yang jelas, gugatan ini akan berbeda.
"Nanti lihat saja, deh. Soalnya kan ini strategi hukum ya. Kalau dibuka duluan terjadi kekacauan nanti," tambahnya.
Masih berharap Jokowi
Meski menyebut bakal mengajukan uji materiil, Betti mengatakan, pihaknya akan tetap berupaya agar Perppu KPK dapat diterbitkan Jokowi. "Kami juga mengupayakan agar Perppu KPK bisa keluar," kata Betti.
Senada dengan Beti, pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar juga mengatakan Perppu KPK harusnya segera dikeluarkan presiden. Apalagi sebagai penegak hukum, KPK kini sangat dipercaya publik dan jadi satu-satunya penegak hukum yang berdiri secara independen.
Selain itu, pengamat hukum ini menilai UU KPK baru tersebut sengaja segera disahkan untuk melakukan pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut dan membuat penindakan tak lagi bisa dilaksanakan dan hanya mengandalkan pencegahan.
"Saya bilang enggak cukup KPK hanya pencegahan. Karena secara pembentukannya, dia adalah respon dari lemahnya penegakan hukum dan penindakan hukum itu yang dicatat orang-orang," tegas Abdul Fickar.
Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan, salah satu poin dari pertemuan tersebut adalah para tokoh antikorupsi yang hadir masih terus berusaha dan menginginkan Perppu KPK bisa segera dikeluarkan.
Dalam pertemuan itu, Saut juga mengaku pihaknya sempat ditanyai para tokoh antikorupsi yang hadir soal tidak adanya penindakan akhir-akhir ini. Dia membantah adanya anggapan kini lembaganya takut melakukan pengentasan kasus korupsi, karena UU KPK baru.
"Kita enggak takut, kita jalan ya. Kalaupun ada peradilan dari kasus setelah keluarnya undang-undang ini ada, kita hadapi," tegas Saut.
Sebagai pimpinan, Saut juga membantah tak ada operasi tangkap tangan (OTT) akhir-akhir ini karena undang-undang baru sudah berlaku. Namun, hal ini sebenarnya juga pernah terjadi sebelum UU KPK 19 Tahun 2019 berlaku.
"Kemarin KPK juga ada 2 atau tiga bulan enggak OTT," ujarnya sambil tersenyum.
Sementara untuk kasus yang ada di KPK kata dia tetap dalam tahap pengusutan karena penyidik terus bekerja. "Hari ini kita masih bekerja, penyidik terus bekerja. Tapi saya kan enggak bisa menunjukkan siapa yang sedang kita ikuti," tutupnya.