Libatkan DPD, MPR Bentuk Panitia Ad Hoc Bahas PPHN
JAKARTA - MPR membentuk Panitia Ad Hoc untuk melakukan konvensi ketatanegaraan terkait pembahasan materi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada periode 2019-2024. Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, panitia Ad Hoc ini melibatkan pimpinan, perwakilan fraksi, dan kelompok DPD.
"Pembentukan Panitia Ad Hoc yang terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 dari fraksi-fraksi dan kelompok DPD," ujar Bamsoet kepada wartawan di gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin, 25 Juli.
Bamsoet mengungkapkan, Panitia Ad Hoc tersebut nantinya akan diputuskan dan ditetapkan dalam Sidang Paripurna MPR RI pada awal September mendatang. Pasalnya, penetapan panitia Ad Hoc tidak mungkin dilakukan saat sidang tahunan pada 16 Agustus 2022.
"Nanti akan diputuskan pengambilan keputusannya dalam sidang paripurna awal September mendatang. Karena tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan pada 16 Agustus," jelasnya.
Bamsoet menuturkan, keputusan pembentukan Panitia Ad Hoc ini diambil usai pimpinan MPR menggelar rapat gabungan terkait rancangan bentuk hukum PPHN yang sebelumnya diusulkan Badan Pengkajian MPR.
Waketum Golkar itu menyampaikan, hasil rapat menyepakati tak akan melakukan amendemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN, melainkan melalui konvensi ketatanegaraan.
Menurut Bamsoet, konvensi ketatanegaraan merupakan terobosan dari Badan Pengkajian MPR dalam menghadirkan PPHN seiring amandemen UUD 1945.
Baca juga:
Dia juga mengatakan usulan Badan Pengkajian MPR terkait konvensi ketatanegaraan itu berlandaskan pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 ayat 2 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.
"Yang menarik adalah, Badan Pengkajian menemukan suatu terobosan baru untuk menghindari adanya amendemen, karena situasi politik hari ini tidak memungkinkan kita melakukan perubahan atau amendemen atas UUD. Maka terobosan itu adalah dengan berpijak pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 di tatib ayat 2 khususnya bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam maupun ke luar," jelas mantan Ketua DPR itu.
"Inilah yang tadi laporan dari pada Badan Pengkajian diterima secara bulat oleh rapat gabungan, yang selanjutnya adalah pembentukan panitia Ad Hoc," lanjut Bamsoet.
Bamsoet menilai PPHN cukup mendesak dihadirkan kembali sebagaimana Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebelum dihapus. Sebab, kata dia, selama ini MPR hanya mengandalkan visi dan misi presiden semata.
"Secara semangat kita sepakat. Tadi dalam rapat kita sepakat pentingnya PPHN bagi negara ini, karena selama ini kita hanya mengandalkan visi misi presiden terpilih dan kita tinggal meningkatkan derajat visi misi presiden, visi misi gubernur, bupati, walikota, kepada visi misi negara," kata Bamsoet.