Minta Peristiwa Kudatuli Diusut Tuntas, PDIP: Aktor Intelektual Harus Dihukum

JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mendesak kasus penyerangan kantornya pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan Peristiwa Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli atau Kudatuli diusut tuntas. Aktor intelektual harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Hal ini disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam Diskusi Publik Memperingati 26 Tahun Peristiwa 27 Juli yang digelar di kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat pada hari ini, Kamis, 21 Juli.

"Kami akan mencari setiap ruang yang ada. Jadi kepada Tim Pembela Demokrasi Indonesia kita minta bantuannya terus, kita akan mencari setiap celah keadilan, setiap ruang bagi penegakan hukum yang berkeadilan," kata Hasto dalam acara tersebut.

"Kita akan terus membangun optimisme bagi kita dengan membangun kekuatan bersama, pada akhirnya siapapun yang menjadi aktor-aktor intelektual terhadap serangan Partai Demokrasi Indonesia saat itu, harus dituntut di muka hukum biar keadilan betul-betul ditegakkan," sambungnya.

PDIP masih ingat peristiwa penyerangan untuk mengambil paksa gedung kantor partai yang saat itu diduduki pendukung Megawati Soekarnoputri yang duduk sebagai ketua umum. Hasto menyebut Peristiwa Kudatuli ini adalah sejarah yang mengajarkan bahwa pemerintahan yang otoriter tidak akan tahan lama.

"Karena itulah Ibu Mega, pesannya pada peringatan ini, mengingatkan agar dengan turun ke bawah, menyatu dengan kekuatan rakyat, menangis dan tertawa dengan rakyat, itu sejatinya memahami hakekat paling dasar kekuasaan politik yang berasal dari rakyat," tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning mengatakan Peristiwa Kudatuli seperti penyakit kronis yang belum sembuh sampai sekarang. Sehingga, dia mendatangi Komnas HAM beberapa waktu lalu untuk meminta penjelasan.

Ribka juga menyebut, Peristiwa Kudatuli adalah sejarah kelabu. Apalagi, Komnas HAM merilis resmi hanya lima orang meninggal padahal masih banyak yang hilang hingga saat ini.

"Dulu saya pernah, ada seorang ibu-ibu yang sumbing. Melihat ada yang ditusuk bayonet. Ibu itu belakangan tidak ada lagi. Kemana? Ada juga teman saya hilang itu sampai sekarang tidak ketemu," kata Ribka.

"Jangan sampai lupa 27 Juli itu," tegasnya.

Berikutnya, anggota Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Trimedya Panjaitan meminta pemegang kekuasaan di DPR dan Eksekutif untuk bisa mendorong penuntasan Peristiwa Kudatuli. Jangan sampai aktor intelektual penyerangan tersebut tak dihukum atas perbuatannya.

"Kita harus bicara penegakan hukum, bukan hanya rekonsiliasi, tapi kita minta tetap kasus 27 Juli diusut tuntas," ujarnya.

"Otak intelektualnya, siapapun dia, hukum tak boleh tajam ke bawah tumpul ke atas. Hukum tak boleh hanya berpihak pada orang yang punya kekuasaan," imbuh anggota DPR RI Fraksi PDIP tersebut.

Adapun acara diskusi ini dibuka oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hadir sebagai pembicara Wamenkumham Edward Omar Sharif Harie dan Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga.