Anggota DPR Duga Ada Jual Beli Lahan Negara di Muaragembong Bekasi

BEKASI - Anggota Komisi IV DPR Ono Surono menduga ada praktik jual beli lahan negara di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, oleh oknum tertentu guna memanipulasi status pelepasan lahan kehutanan.

Ono Surono menduga praktik terlarang itu dilakukan oleh oknum kelompok masyarakat kepada sejumlah pihak, yang kemudian ingin menjadikan lahan tersebut sebagai area tambak produktif.

"Ini salah satu lahan perhutanan sosial, yang ada sisi buruknya, lalu dilaporkan ke Komisi IV, salah satunya di Muaragembong. Sedang kami teliti betul dan kami dengar juga ada yang sudah melaporkan ke pihak berwajib terkait jual beli tersebut," kata Ono dilansir ANTARA, Rabu, 13 Juli.

Dia menjelaskan praktik jual beli lahan negara ini berawal dari usulan enam desa di kecamatan itu untuk melepaskan status kehutanan wilayah paling utara Kabupaten Bekasi itu. Pelepasan ini diusulkan karena sebagian besar kawasan tersebut tidak lagi berupa hutan. Abrasi dan pencemaran lingkungan menyebabkan hutan tidak ada.

Usulan ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab dengan memperjualbelikan lahan. Semula, sebagian lahan milik negara ini dikelola warga sekitar untuk tambak namun tidak diperjualbelikan.

Ono menegaskan praktik ini bertolak belakang dengan upaya Presiden Joko Widodo terkait persoalan kehutanan dan juga reformasi agraria. "Ini yang menjadi fokus kami di Komisi IV. Praktik jual beli ini jelas dilarang dan jadi bahan bahasan agar tidak terulang kembali di wilayah lain," ucapnya.

Pemerintah sebenarnya telah menggulirkan program perhutanan sosial. Program ini mempersilakan masyarakat untuk mengelola lahan negara hingga 35 tahun ke depan. Terdapat 1,1 juta hektare lahan yang bisa dimanfaatkan masyarakat.

"Ini angka secara nasional. Adapun untuk Jawa Barat sendiri masih dihitung luas dan lokasinya di mana saja. Program ini akan sangat membantu masyarakat untuk mengelola lahan dengan tidak menyalahi aturan," katanya.

Dari jutaan hektare lahan yang disiapkan itu, masyarakat dapat mengelola lahan maksimal 2 hektare per orang. Kemudian pengelolaan juga dapat diwariskan selama waktu penggunaannya mencukupi. "Misal belum 35 tahun, bisa diwariskan ke keturunannya, yang penting maksimal 35 tahun," ucapnya.

Ono mengakui program ini masih menimbulkan pro dan kontra sebab ada kekhawatiran jika pengelolaan lahan akan dimonopoli oleh sejumlah pihak sehingga masyarakat sekitar tidak mendapatkan haknya. Untuk itu perlu ada pendampingan kepada masyarakat agar mereka mendapatkan hak yang sama dalam mengelola lahan hutan.

"Jangan sampai warga yang bukan KTP sekitar mendapat lahan. Kemudian jangan lupa dari program ini ada kewajiban untuk menghijaukan kembali lahan yang dikelola tersebut," ucap dia.

Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat Jejen Sayuti menegaskan pemerintah daerah baik Jawa Barat maupun Kabupaten Bekasi harus turut mengusut dugaan praktik jual beli lahan di Muaragembong, sebab praktik ini melibatkan masyarakat selaku korban.

"Masyarakat sendiri bisa jadi tidak tahu sehingga kasus ini harus segera ditangani," ucapnya.

Terkait kehutanan sosial, lanjut Jejen, masyarakat Kabupaten Bekasi harus difasilitasi agar dapat mengelola wilayah. "Karena jika nantinya ada di wilayah Kabupaten Bekasi, jangan sampai yang mengelola bukan dari masyarakat asli. Ini harus dijaga. Maka peluang dan aspirasi masyarakat ini harus difasilitasi," kata dia.