Kuota BBM Subsidi Berpotensi Jebol, Dirut Pertamina Minta Masyarakat Berhemat

JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati meminta masyarakat pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Solar dan Pertalite untuk berhemat.

Hal ini disebabkan kuota BBM subsidi tahun 2022 berpotensi jebol.

Selain itu, anggaran subsidi untuk energi juga telah mencapai Rp502 triliun.

Nicke merinci, bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan elpiji yang ditetapkan pemerintah sangat rendah.

Per Juli 2022, untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30), dijual dengan harga Rp5.150 per liter, padahal harga keekonomiannya mencapai Rp18.150. Untuk setiap liter Solar, pemerintah menyubsidi Rp 13.000.

Sedangkan Pertalite, lanjut Nicke, harga jual masih tetap Rp7.650 per liter, sedangkan harga pasar saat ini adalah Rp17.200.Sehingga untuk setiap liter Pertalite pemerintah menyubsidi Rp 9.550 per liternya.

Demikian juga untuk elpiji PSO, di mana sejak 2007 belum ada kenaikan, harganya masih Rp4.250 per kilogram (kg), harga pasar Rp15.698 per kg.

Jadi subsidi dari pemerintah adalah Rp11.448 per kilo.

Untuk Pertamax, Pertamina masih mematok harga Rp12.500. Padahal untuk RON 92, kompetitor sudah menetapkan harga sekitar Rp17.000.

Karena secara keekonomian harga pasar telah mencapai Rp17.950.

"Pemerintah ini menyubsidi besar sekali untuk setiap liter Pertalite yang terjual. Sementara untuk solar subsidinya lebih besar lagi, jadi sebetulnya upaya yang bisa dilakukan dari sisi masyarakat adalah penghematan penggunaan BBM," ujar Nicke di Jakarta, Rabu 13 Juli.

Nicke meminta masyarakat menggunakan BBM bersubsidi untuk kegiatan positif.

Sebab, kata dia, subsidi yang diberikan pemerintah bertujuan menjaga daya beli masyarakat.

"Penting adanya kerja sama dari dua pihak, karena sekarang beban negara besar sekali, jadi negara hadir untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga inflasi tidak naik," tambah Nicke.

Pemulihan ekonomi pascapandemi, ujar Nicke, telah berdampak pada meningkatnya mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan elpiji ikut naik.

Bila tren ini terus berlanjut, maka diprediksi Pertalite dan Solar akan melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah.

Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah sedang merevisi Perpres Nomor 191/2014, khususnya mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi.

Menurut Nicke, Pertamina harus menjaga kuota BBM subsidi dan memastikan distribusinya tepat sasaran.

Apalagi berdasarkan data Kementerian Keuangan, sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengonsumsi 20 persen BBM, tetapi 60 persen teratas mengonsumsi 80 persen BBM subsidi.