Pemerintah Disarankan Pakai Kajian Ilmiah untuk Tekan Bahaya Merokok

JAKARTA - Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo menekankan pentingnya kajian ilmiah berbasis riset sebagai landasan kebijakan guna mengurangi bahaya rokok, sekaligus membantu pemerintah menjawab permasalahan tingginya prevalensi perokok yang belum terselesaikan hingga saat ini.

"Penurunan prevalensi perokok dewasa dapat dilakukan dengan cara mempertimbangkan hasil kajian ilmiah terkini, khususnya dari dalam negeri,” kata Bimmo dalam keterangannya pada Senin 11 Juli.

Menurut dia, salah satu fokus yang dapat dikaji dalam upaya pengurangan bahaya rokok adalah produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantong nikotin. Dalam kajian yang dilakukan bersama mitranya, KABAR menemukan bahwa profil risiko produk tembakau alternatif lebih rendah bila dibandingkan dengan rokok.

Temuan itu sejalan dengan kajian ilmiah yang dilakukan sejumlah peneliti seperti Profesor Riccardo Polosa dari University of Catania yang berjudul "Safety Evaluation and Risk Assessment of Electronic Cigarettes as Tobacco Cigarette Substitutes: A Systematic Review." Dengan mempertimbangkan serangkaian hasil riset tersebut, Bimmo mendorong agar pemerintah juga turut melakukan kajian yang lebih mendalam dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari akademisi, swasta, masyarakat, lembaga nirlaba, dan media.

Hasil penelitian nantinya bisa dijadikan acuan untuk membentuk kebijakan yang tepat dan proporsional terkait pemanfaatan produk tembakau alternatif sebagai pilihan untuk menekan risiko yang dihasilkan oleh rokok.

Tak hanya dalam pembentukan kebijakan, Bimmo meneruskan, keterlibatan berbagai pihak juga perlu dalam rangka diseminasi informasi faktual yang berdasarkan kajian ilmiah.

Dengan demikian, kesadaran masyarakat akan risiko bahaya rokok semakin meningkat seiring hadirnya produk tembakau alternatif yang dapat membantu mereka beralih dari kebiasaannya.

“Kami meyakini keterlibatan berbagai pihak melalui sinergi hexahelix yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi, swasta, masyarakat, LSM, dan media dapat berperan aktif dalam perumusan regulasi produk tembakau alternatif,” kata Bimmo.