Setuju atau Tidak, Pegiat Medsos Ini Saran: Sita Seluruh Aset Petinggi ACT Jadikan Pesangon Karyawan Setelah Organisasi Dibekukan
JAKARTA - Izin pengumpulan uang dan barang yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah dicabut Kementerian Sosial. Lembaga filantropis itu diduga terbelit penyelewengan donasi kemanusiaan yang dilakukan oleh pengelola.
Rentetan masalahnya belum usai. PPTK menemukan adanya aliran dana ACT ke dalam dan luar negeri. Berdasarkan temuan PPATK, ACT pun dalam waktu dekat akan diselidiki Bereskrim Polri.
Pegiat media sosial Eko Kuntadhi menyarankan ACT dibubarkan saja. Dia meminta aparat penegak hukum segera bertindak menyita aset yayasan termasuk para petingginya yang berasal dari dana organisasi.
"Saran gue sita seluruh aset para petinggi ACT yang dibeli dari duit sumbangan. Bekukan semua aset organisasi," kata Eko dalam akun Twitternya, @_ekokuntadhi, Kamis 7 Juli.
Menurutnya, aset yang disita itu dapat kembali dimanfaatkan untuk karyawan jika Yayasan ACT dibubarkan. Sehingga selepas ACT tidak difungsikan, karyawan tidak menghadapi masalah pembayaran sisa pesangon.
"Jadikan itu buat pesangon seluruh karyawan ACT. Biar karyawannya bisa cari kerja lain di perusahaan yang wajar," kata Eko.
Terakhir, Eko menyarankan agar aparat penegak hukum mengawasi unit usaha pendiri ACT sekaligus Ketua Dewan Pembina ACT, Ahyudin.
"Awasi GMC, yang dibangun Ahyudin dengan modus serupa," tuturnya.
Kemensos mencabut izin pengumpulan uang dan barang yang diterbitkan pada 2022 kepada Yayasan ACT. Pencabutan dilakukan imbas dugaan pelanggaran peraturan oleh pihak ACT.
Adapun dicabutnya izin itu tercantum dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.
Baca juga:
Keputusan itu ditandatangani oleh Menteri Sosial (Mensos) Ad Interim Muhadjir Effendi pada Selasa, 5 Juli.
Muhadjir yang juga Menko PMK diketahui menggantikan Mensos Tri Rismaharini untuk sementara yang sedang melaksanakan ibadah haji.
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," ujar Muhadjir dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 Juli.