Rusia Tertarik Kembangkan Nuklir di Indonesia, Menteri ESDM: Kita Lihat Nanti
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif merespons ketertarikan perusahaan energi Rusia untuk mengembangkan industri pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Indonesia.
Menurutnya, tawaran kerja sama bilateral dalam hal pengembangan nuklir bukan hanya dari Rusia saja, tetapi juga sejumlah negara.
"Kita lihat nanti mana yang kompetitif dan reliable. Kebutuhan untuk nuklir baru akan dimulai tahun 2040 berdasarkan peta jalan energi yang telah kami susun," kata Menteri ESDM Arifin dikutip dari Antara, Senin 4 Juli.
Menteri Arifin menyatakan, Indonesia mempunyai bahan baku yang dibutuhkan untuk pengembangan setrum nuklir dan permintaan listrik bersih ke depan.
Ia menekankan agar pemintaan listrik harus aman dan teknologi nuklir juga harus proven.
Dalam tempo 20 tahun ke depan, lanjutnya, banyak negara juga akan menerapkan dan memanfaatkan teknologi nuklir dan tentu saja teknologi nuklir tersebut akan semakin terbukti aman.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan ketertarikan perusahaan dari negaranya untuk mengembangkan industri setrum nuklir di Indonesia usai dirinya bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Putin mengungkap perusahaan energi Rusia bernama Rosatom State Coorporation yang punya pengalaman, kompetensi, hingga teknologi bersedia terlibat dalam proyek bersama pengembangan industri energi nuklir di Indonesia.
Terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, tawaran kerja sama pengembangan industri nuklir dari Rusia layak diterima oleh Indonesia.
"Berdasarkan pengalaman, kompetensi, dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima," kata Fahmy.
PLTN adalah pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik. PLTN termasuk energi bersih yang dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan pembangkit listrik di Indonesia.
Fahmy menjelaskan, PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu, karena sifatnya intermittent yang tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.
Baca juga:
Sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, pesannya, pemerintah, parlemen, dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir.
"KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap penggunaan PLTN," pungkas Fahmy.