Efek Terlalu Banyak Berempati, Menurut Ahli Bisa Picu Hormon Kortisol Tinggi

YOGYAKARTA – Menyoal empati, ahli mengungkapkan bahwa kepedulian sosial ini tak perlu diikuti oleh reaksi berlebihan. Seseorang mungkin ingin orang-orang didekatnya merasa aman dan nyaman mengekspresikan kesedihan, misalnya. Ini adalah salah satu wujud empati. Tetapi apakah perlu bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami orang lain meskipun mereka adalah orang terdekat? Ternyata jawab ahli, tidak perlu begitu.

Kebanyakan orang mendambakan ada sosok yang mendengarkan dengan belas kasih. Mereka ingin mengartikulasikan perasaan mereka dengan aman. Dengan empati, Anda bisa menunjukkan kepedulian. Misalnya, dengan mendengarkan curhatan sesuai kapasitas Anda. Anda juga dapat berempati dengan memberikan perhatian. Tetapi kepekaan akut mencakup keterbukaan terhadap energi emosional, menurut Marcia Reynolds, PsyD., dilansir Psychology Today, lebih banyak buruknya pada kesehatan mental.

Dengan terlalu berempati, Anda akan merasakan stres, kecemasan, dan kemarahan karena energi emosional orang yang Anda beri perhatian lebih akan terserap. Jika Anda membiarkan emosi ini di tubuh Anda, maka tak hanya tubuh yang kelelahan, tetapi pikiran juga di bajak secara emosional.

Ilustrasi terlalu berempati bikin hormon kortisol tinggi (Pexels/Kelly L)

Reynolds menyebut empati yang tak terkendali dapat menyebabkan konsentrasi hormon stres, kortisol, naik semakin tinggi sehingga rentan terhadap perasaan depresi atau putus asa. Pada satu kondisi, perasaan intrusif ini bisa mengganggu hubungan. Sebab jika Anda memberikan reaksi berlebihan pada bukan orang-orang dekat, maka mereka akan menjauh. Bahkan mereka merasa tak dihargai, diremehkan, atau lemah ketika Anda memberi bantuan yang tidak mereka minta.

Respons Anda yakini sebagai ‘dukungan’ dapat merusak rasa aman dan kepercayaan mereka. Mereka bisa jadi tidak lagi merasa bahwa Anda bisa jadi tempat yang aman untuk mengekspresikan diri mereka. Saran Reynolds, agar empati tetap non-reaktif dan orang lain merasa aman, cobalah berkesadaran terbuka dan tidak menghakimi. Artinya, tidak perlu kritis terhadap situasi yang orang lain hadapi tetapi tetap menjadi pendengar yang baik.

Saran tambahan lagi dari Reynolds, kita bisa menerima, menghargai, dan menjadi pendengar ekspresi orang lain. Tetapi biarkan empati itu dihayati tanpa harus menghakimi dan merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan atau bahkan mengkritisi situasi yang dialami orang lain.