Satgas COVID: Dosis Vaksin Booster 28 dari 34 Provinsi Masih di Bawah 30 Persen, Hanya Bali di Atas 50
JAKARTA - Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, cakupan vaksinasi penguat atau booster secara nasional baru 24 persen. Cakupan tersebut belum tampak signifikan.
"Selain itu 28 dari 34 provinsi, cakupan vaksinnya juga masih di bawah 30 persen. Hanya Bali yang sudah di atas 50 persen, disusul dengan DKI dan Kepulauan Riau di atas 40 persen, dan DIY, Jawa Barat dan Kalimantan Timur di atas 30 persen," ujar Wiku dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Antara, Jumat, 1 Juli.
Wiku mengatakan sejak dimulai pada bulan Januari 2022, progres vaksinasi booster terbilang lebih lambat dibandingkan dengan dosis satu dan dosis dua.
Pada awal pelaksanaan vaksinasi dosis satu dan dua, cakupan dapat meningkat 60 persen dalam kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan Juni sampai dengan Desember 2021.
"Namun, pada vaksinasi booster pada kurun waktu yang sama, sejak Januari hingga Juni 2022, cakupan baru meningkat sebesar 20 persen. Peningkatan cakupan vaksin booster membutuhkan peran serta seluruh lapisan masyarakat," kata dia.
Wiku meminta pemerintah daerah untuk menjaga daerahnya masing-masing dengan kembali menggalakkan vaksinasi boooster. Kemudian memastikan masyarakat sudah teredukasi dengan baik tentang pentingnya vaksinasi booster.
"Mohon juga dapat segera koordinasi dengan Kementerian Kesehatan mengenai ketersediaan dan distribusi vaksin sesuai dengan kebutuhan. Saat ini kegiatan masyarakat berskala besar sudah mensyaratkan wajib bagi industri, bagi peserta, dan ke depan akan segera menjadi persyaratan juga untuk dapat memasuki fasilitas publik," ujar Wiku.
Untuk itu dia meminta segera melakukan vaksinasi booster dan ajak seluruh keluarga dan kerabat untuk segera melakukannya.
Wiku mengatakan Indonesia telah kembali mengalami tren kenaikan kasus COVID-19 secara global maupun nasional setelah munculnya subvarian baru Omicorn yaitu BA.4 dan BA.5
Berdasarkan data dari GISAID bahwa dalam satu bulan terakhir, lebih dari 99 persen varian yang dilaporkan dari Indonesia adalah varian Omicron termasuk kedua varian tersebut.
Wiku mengatakan secara geografis persebaran varian Omicron cukup merata baik di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Selain itu terjadi tren kenaikan ketelitian tempat tidur di rumah sakit darurat di Wisma Atlet.
Namun, rata-rata dampak varian Omicron ini terpantau tidak menimbulkan angka kematian yang tinggi di berbagai negara. Ilmuwan berpendapat bahwa hal ini karena adanya hybrid immunity yang ditimbulkan baik karena vaksinasi maupun infeksi COVID-19 yang dialami sebelumnya, kata dia.
Berkaca dari hal ini, pemerintah Indonesia berusaha tetap optimal dalam melakukan seluruh upaya pengendalian, baik melalui vaksinasi maupun implementasi protokol kesehatan.
"Dari naik turunnya riwayat kasus COVID-19, pemerintah menyadari pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat sebagai perilaku yang diterapkan secara berkelanjutan. Prinsipnya, kita harus tetap siaga, disiplin, dan pantang lalai baik saat kondisi kasus COVID-19 naik maupun melandai," ujar dia.
Baca juga:
- Pemerintah Siapkan Lembaga untuk Penuhi Kebutuhan ASN di DOB Papua
- Penambahan 3 Provinsi di Papua Demi Pelayanan Mendekat ke Warga, Wapres: Pimpinan Kita Utamakan Orang Asli Papua
- Mendagri: RUU Pemekaran Disahkan Demi Kemajuan Pembangunan Papua
- Longsor di Mamasa Sulbar Terjadi di 21 Titik, 2 Warga Tewas, 6 Desa Terisolasi
Selain itu Wiku mengatakan berbagai keringanan dalam beraktivitas seperti pemakaian masker hanya di dalam ruangan harus dijalankan secara bertanggung jawab, khususnya kepada orang yang sakit agar tidak beraktivitas terlebih dahulu dan wajib memakai masker.
Hal ini sebagai bentuk antisipasi jika nantinya terdapat kemunculan varian baru atau kenaikan kasus yang tidak terelakkan. Sehingga setidaknya, tidak terjadi lonjakan angka kasus maupun angka kematian yang signifikan.