Komisi VII Nilai Industri Makanan dan Minuman Belum Dioptimalkan
JAKARTA - Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto menilai industri makanan dan minuman nasional selama ini belum dioptimalkan secara maksimal.
Hal ini terlihat saat perang Rusia-Ukraina terjadi di mana rantai pasok pangan global terganggu.
Menurutnya, distribusi pasokan pangan baik makanan maupun minuman kini tersendat akibat perang Rusia-Ukraina. Susu, gandum, dan lain-lain, lanjut Sugeng, mengalami kekurangan pasokan.
"Kami mencatat situasi global sangat memprihatinkan akibat perang. Rusia dan Ukraina pemasok pangan dunia termasuk China. Rantai pasok pangan dunia terganggu dan berpengaruh terhadap sektor-sektor lain," ungkap Sugeng dalam keterangan resmi, Selasa 28 Juni.
Sugeng mencontohkan, pasokan pangan yang kini terganggu adalah susu dan gandum. Susu, misalnya, bahan bakunya terus menurun di dalam negeri, sehingga impor pun meningkat.
"Kontribusi bahan baku susu segar dalam negeri terus menurun dan menyebabkan kenaikan bahan baku susu impor dari 75 persen di 2017 menjadi 79 persen di 2021," urainya.
Baca juga:
Dikatakannya, sebetulnya bila industri makanan dan minuman di dalam negeri dioptimalkan, maka tak ada kekurangan pasokan, bahkan tak terganggu dampak perang.
Pengembangan industri makanan dan minuman nasional, sambung Sugeng, belum dimanfaatkan secara optimal dari hulu hingga ke hilir.
"Peran Dirjen IKMA Kemenperin pun jadi keniscayaan untuk digugah kembali, membangkitkan industri makanan dan minuman dalam negeri," pungkasnya.