Jaksa Agung Bakal Umumkan Tersangka Baru Kasus Korupsi Garuda

JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bakal mengumumkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021 pada Senin (27/6).

Informasi yang dibagikan Puspenkum Kejagung lewat pesan singkat menginformasikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, dan Ketua Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh akan menggelar konferensi pers bersama.

Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi, saat dikonfirmasi terkait tersangka baru yang bakal ditetapkan tersebut, hanya menjawab singkat.

"Rahasia," kata Supardi dikutip Antara, Sabtu, 25 Juni.

Penyidik telah mengumumkan tiga tersangka dalam perkara pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 oleh PT Garuda Indonesia, yakni Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia periode 2009-2014, Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia periode 2011-2012 Setijo Awibowo, dan Vice President Treasury Management Garuda Indonesia periode 2005-2012 Albert Burhan.

Sebelumnya, Selasa (21/6), Penyidik Jampidsus telah menyerahkan berkas ketiga tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan tahap perencanaan dan tahap evaluasi proses pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA).

Dalam tahap perencanaan yang dilakukan tersangka Setijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisis pasar, rencana rute, analisis kebutuhan pesawat, serta rekomendasi dan persetujuan jajaran direksi.

Para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.

Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPÀ, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan; sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,8 triliun.