Kabar Terkini, Vaksin Merah Putih Siap Diuji ke Hewan
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menjelaskan perkembangan terbaru mengenai vaksin merah putih yang sedang dikembangkan oleh ahli. Menurutnya, vaksin yang tengah dikembangkan oleh Lembaga Biomolekuler Eikjman ini tengah dipersiapkan untuk segera diuji coba kepada hewan.
"Saat ini, prosesnya di bulan Oktober mereka sedang mempersiapkan untuk uji di hewan. Uji di hewan ini kita harapkan bisa selesai dan tentunya hasilnya memuaskan pada akhir tahun ini," kata Bambang dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Selasa, 27 Oktober.
Jika sudah teruji pada hewan dan hasilnya baik, selanjutnya, vaksin ini akan diserahkan kepada PT Bio Farma untuk kemudian dilakukan produksi dalam skala kecil guna keperluan uji klinis.
"Kita akan mengikuti semua prosedurnya, uji klinis tahap satu, tahap dua, dan tahap tiga," tegasnya.
Hanya saja, meski nantinya uji klinis telah berhasil namun vaksin buatan Lembaga Eikjman ini tak akan langsung disuntikkan kepada manusia. Karena nantinya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berhak memutuskan apakah vaksin ini bisa digunakan secara massal atau tidak.
Bambang menjelaskan, selain Lembaga Biomolekuler Eikjman, pengembangan vaksin dalam negeri juga dilakukan oleh lima institusi lainnya yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
Baca juga:
Seluruh institusi ini, sambungnya, mengembangkan vaksin dengan menggunakan platform yang berbeda dan tiap institusi akan menghasilkan satu versi vaksin yang berbeda antara satu dengan lainnya yang kemudian akan diproduksi oleh perusahaan farmasi. "Jadi saat ini, enam-enamnya bekerja masing-masing tapi pada intinya akhirnya mereka akan keluar dengan vaksin COVID-19," ungkapnya.
"Selanjutnya, itu akan menjadi tanggung jawab dari Bio Farma yang akan membentuk konsorsium bersama perusahaan swasta," imbuh Bambang.
Dia juga membeberkan tantangan yang dihadapi oleh institusi yang mengembangkan vaksin COVID-19 itu. Tantangan pertama, kata dia, para peneliti itu harus bekerja dengan menggunakan sel makhluk hidup sehingga perlu kehati-hatian.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana keberadaan bahan vaksin yang kebanyakan harus didatangkan dari luar negeri atau impor. "Misalnya sel mamalia, bahkan hewan untuk uji coba pun kita impor," jelasnya.
"Jadi terkadang proses impor, termasuk reagen ini bisa mendelay aktivitas penelitian," pungkasnya.