Klarifikasi Isu Dugaan Pemerasan Rp1 Miliar oleh Kasat Reskrim Jaksel
JAKARTA - Isu pemerasan yang melibatkan Perwira Menengah (Pamen) Polri, AKBP Andi Sinjaya Ghalib, masih ramai diperbincangkan. Sebab, belum ada kejelasan perihal kabar burung tersebut. Hingga akhirnya, muncul sosok Budianto Tahapary sebagai pelapor isu tersebut.
Budianto juga telah diperiksa Propam Polda Metro Jaya terkait isu oknum Polres Jakarta Selatan melakukan pemerasan Rp1 miliar. Ia mengklarifikasi isu tersebut serta membeberkan bukti-bukti yang berisi pemerasan itu bukan dilakukan anggota polisi.
Dia sudah menjelaskan secara detail soal isu pemerasan itu ke Propam. Katanya, dia diminta oleh makelar kasus (markus) membayar Rp1 miliar untuk membantu kasus yang dia laporkan agar segera ditangani.
"Di situ (Pemeriksaan) saya jelaskan bahwa permintaan uang Rp1 miliar itu memang benar ada. Lalu, Alex menyatakan harus ada anggaran," kata Budianto di Jakarta, Rabu, 15 Januari.
Markus yang dimaksud itu bukanlah Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Andi Sinjaya, tetapi orang yang dikenalnya di sebuah tempat kopi dan bukan dari anggota polisi maupun pengacara. Markus itu berinisial A dan mengatasnamakan Kasat Reskrim Polres Jaksel saat meminta uang ke dirinya.
"Ternyata pak Kasat yang diperkenalkan ke saya bukan Kasat yang sering saya lihat di televisi (bukan Andi Sinjaya Ghalib)," tegasnya.
Baca juga:
Sementara, terkait dengan pernyataan dari pihak Indonesia Police Watch (IPW), Budianto mengakui dia yang memberikan informasi kepada Neta S Pane tentang pemerasan ini. Hal itu dilakukan lantaran kasusnya tak kunjung berjalan, meski telah meminta bantuan dari oknum markus tadi.
Hanya saja, saat memberi informasi kepada Neta, dia tak secara gamblang menjelaskan soal bukti-bukti pemerasan ini. Sehingga, ada kesalahan persepsi atas dugaan pemerasan tersebut. Dari situlah muncul pernyataan soal dugaan pemerasan yang melibatkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
"Karena ada beberapa bukti chat yang tidak saya ceritakan. Jadi hanya (menceritakan) soal ada permintaan sejumlah uang," ungkap Budianto.
"Bukti percakapan utuh yang belum saya sampaikan ke Pak Neta," sambungnya.
Budianto menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam isu tersebut. Dugaan perkara pemerasan itu muncul lantaran rasa emosi akibat tak selesainya kasus pengerusakan lahan.
"Saya minta maaf ke Kapolda, Kapolres dan jajarannya. Saya minta maaf kepada pak Kasat Andi Sinjaya tanpa memberikan bukti yang seusai percakapan dengan si A (Alex) ini," tandas Budianto.
Diberitakan sebelumnya, tersiar kabar, jika mutasi jabatan AKBP Andi Sinjaya dilakukan karena terindikasi melakukan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan satu kasus. Kabar tersebut pertama kali disampaikan oleh Indonesia Police Watch (IPW).
Nama Andi Sinjaya disangkutpautkan oleh IPW yang menyebutkan jika penyidik Polres Jakarta Selatan dipindahtugaskan setelah melakukan pemerasan sebesar Rp1 miliar dalam penanganan satu perkara.
Uang tersebut dikatakan sebagai pelicin untuk pengurusan berkas perkara kasus pengerusakan lahan yang telah lengkap atau P21. Hanya saja, dua tersangka dalam perkara itu, MY dan Sul, tak kunjung dilimpahkan ke Kejaksaan.