Top! Meski Sempat Turun Beberapa Kali, Pertumbuhan IHSG di Posisi Empat Besar Indeks Saham Dunia dan Nomor Satu di Asia
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Selasa 14 Juni pada level 7.049,88. Catatan ini naik 0,78 persen dari hari sebelumnya dan tumbuh 7,12 persen secara year to date.
Dalam posisi itu, IHSG mengukuhkan diri sebagai indeks saham dengan pertumbuhan positif nomor satu di kawasan ASEAN dan Asia Pasific, serta nomor empat di dunia. Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), pertumbuhan IHSG berada di bawah indeks Saham Turki BIST100 naik 35,55 persen, indeks saham Chile IPSA 19,1 persen, dan indeks saham Qatar DSM 9,88 persen.
Melihat pertumbuhan IHSG itu, Plt Direktur Utama BEI Hasan Fawzi menilai, dari hampir 40 bursa utama dunia, hanya ada 10 bursa yang menunjukkan pertumbuhan positif. "Kita bersyukur pertumbuhan IHSG yang masih positif menunjukkan optimisme market terhadap potensi pasar modal dan perekonomian Indonesia," kata Hasan kepada wartawan di Jakarta, Selasa 14 Juni.
Meski begitu, Hasan menjelaskan, IHSG sempat mengalami beberapa kali penurunan. Terutama ini dipicu oleh beberapa faktor utamanya adalah kenaikan harga-harga komoditas dunia yang dipicu salah satunya oleh ketidakpastian yang ditimbulkan akibat perang Ukraina dan Russia.
"Efek berikutnya memicu tingkat inflasi yang tinggi di hampir seluruh negara di dunia yang pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran pada investor bahwa bank sentral akan menaikan suku bunga secara agresif," ungkap Hasan.
Baca juga:
Namun sebagai regulator, kata Hasan, BEI akan berusaha memastikan melanisme pasar berlangsung dengan teratur, wajar dan efisien, keterbukaan informasi dan menyampaikan informasi ini secara simetris dan berimbang kepada pelaku pasar dan investor, yang pada gilirannya tentu kita berharap investor tidak panik, tidak bereaksi berlebihan dan tetap memantau perkembangan pasar dan kondisi perusahaan-perusahaan tercatat.
"Koreksi dalam di pasar saham tentunya bukan kali pertama ini terjadi, sehingga kami meyakini dengan Crisis Management Protocol yang kami miliki serta dukungan maupun koordinasi kebijakan antara Pemerintah, Bank Indonesia dan OJK, dampak negatif dan risiko yang mungkin terjadi dapat dimitigasi dengan baik," kata Hasan menambahkan.