Serikat Buruh Benarkan Upaya Penggembosan Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja

JAKARTA - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz membenarkan pernyataan Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati soal penggembosan aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Riden menjelaskan, penggembosan ini dilakukan aparat kepolisian dengan cara menyekat jalan dilalui rombongan buruh yang akan menuju ke Jakarta tepatnya ke Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

"Penggembosan itu aparat kepolisian menyekat gitu. Kayak misalnya dari Serang enggak bisa ke Jakarta kemudian yang di Tangerang itu langsung diblokir habis (jalannya, red). Jadi sudah pakai PHH ya, kalau enggak salah perlengkapan yang kayak robot itu," kata Riden saat dihubungi VOI, Kamis, 22 Agustus.

Selain menurunkan pasukan berseragam lengkap, polisi disebut menurunkan kendaraan water cannon dan mobil barracuda untuk menyekat massa. 

"Jadi artinya pola kepolisian itu, dia tidak menghendaki massa banyak ke Jakarta," tegasnya.

Adapun massa aksi yang berhasil menuju ke lokasi demonstrasi, kata Riden, karena mereka menggunakan kendaraan sendiri seperti sepeda motor. Sehingga berbeda dengan nasib buruh yang berangkat secara bersama-sama dengan menggunakan bus atau transportasi lainnya, mereka bisa sampai dan mengikuti aksi yang berakhir damai sekitar pukul 17.30 WIB tadi. 

"Tadi yang lolos ke patung kuda itu mereka yang lewat jalan tikus. Jadi hanya 10 orang, pake 10 motor, 20 motor gitu kan. Itu juga pakai pakaian biasa, enggak pakai seragam. Karena kalau pakai seragam langsung disekat," ungkapnya.

Sementara massa yang lain, seperti massa buruh yang Tangerang yang dia sebutkan sebelumnya dan Bitung Jaya dengan jumlah sekitar 400 orang tak bisa sampai ke tempat aksi demonstrasi karena mereka diminta kembali oleh pihak kepolisian. "Kita enggak ingin chaos. Kita aksi juga enggak mau benturan dengan polisi makanya kami memilih menghindar," ujarnya.

Pola penggembosan dengan menyekat jalanan yang akan dilewati rombongan buruh ini, menurutnya sudah terjadi sejak Rapat Paripurna Pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal inilah yang akhirnya membuat mereka tak bisa mendatangi DPR RI untuk menyampaikan aspirasinya.

"Makanya 5 Oktober itu kan tidak ada yang lolos ke Jakarta. Kalapun ada yang lolos ada dari Depok karena dia naik kereta dari Depok, dari Bogor tapi sampai DPR langsung diangkut pakai mobil tahanan. Jadi itu penggembosannya," jelasnya.

Selain penggembosan dengan pembatasan jalan, penggembosan aksi lainnya adalah dengan cara memanggil pihak personalia tempat buruh bekerja setelah mereka melakukan izin. Kata Riden, personalia tersebut rata-rata diberi pengarahan oleh pihak kepolisian supaya menyampaikan kepada buruh untuk tak perlu turun ke jalan guna menyampaikan aspirasinya karena saat ini sedang pandemi COVID-19.

"Jadi dibilang kalau yang ikut harus di uji swab, di-rapid. Intinya dia enggak mau ada massa," ujarnya.

Pengakuan soal adanya penggembosan aksi yang akan dilakukan oleh buruh ini juga disampaikan Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos. Kata dia, memang selama ini ada upaya penghadangan yang dilakukan agar buruh tak berada dalam satu barusan dan hal ini selalu terjadi secara berulang sejak aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan pada September 2019 lalu.

"Bahkan orang belum aksi di stasiun, di jembatan penyeberangan terjadi penggeledahan, swipping. Bahkan ditangkap sebelum aksi. Anggota KASBI sendiri mengalami itu," tegasnya.

Melihat penggembosan itu, Nining menilai saat ini telah terjadi kemunduran demokrasi bagi rakyat yang mengkritik pemerintah. 

"Dua tahun terakhir ini terjadi kemunduran ruang demokrasi terhadap rakyat ketika mengkritik berbagai regulasi yang semakin merugikan rakyat dan bangsa Indonesia," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut, YLBHI telah mendapat banyak laporan adanya penggembosan terhadap gerakan penolakan Undang-Undang Cipta Kerja. Hal inilah yang membuat banyak buruh dan mahasiswa tak ikut dalam aksi demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia.

"Saya mendapatkan banyak masukan, pengaduan dari seluruh Indonesia bahwa kekuatan kita sebenarnya lebih besar dari ini. Tapi ke mana mereka? Mereka dihentikan di kawasan industri, mobil-mobil sewaan mereka diminta untuk tidak melanjutkan perjalanan, mahasiswa dicabut beasiswanya, pelajar di intimidasi baik melalui dinas pendidikan, melalui orang tua, dosen, guru," kata Asfinawati dalam orasinya, dalam aksi demo tolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Kamis, 22 Oktober.

Asfin menilai, pemerintah telah menggunakan alat negara untuk menahan kekuatan rakyat yang terus bergerak menolak undang-undang kontroversial itu. Karenanya, dia meminta semua massa aksi yang ada di Kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha atau di manapun untuk saling menjaga satu sama lain.

"Jaga kawan kalian dengan handphone, setiap intimidasi aparat videokan, setiap kekerasan yang dilakukan aparat videokan dan sebarkan," ungkapnya.

"Hanya dengan itu lah kita bisa menjaga sesama kawan. Hanya dengan itulah kita bisa mengabarkan angkara murka penguasa indonesia kepada seluruh dunia dan gerakan sosial lainnya," imbuh Asfinawati.