Jejak 'Hitam' Abdul Qadir Baraja, Pemimpin Khilafatul Muslimin: Dipenjara 13 Tahun Kasus Bom di Jatim-Borobudur
JAKARTA - Polda Metro Jaya baru saja menangkap pimpinan kelompok Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja di Lampung. Saat ini yang bersangkutan tengah dibawa penyidik ke Jakarta.
Melihat ke belakang, Abdul Qadir berungkali berurusan dengan hukum. Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan, Abdul Qadir merupakan mantan anggota NII sekaligus salah satu pendiri Pondok Pesantren Ngruki dan ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia pada 2000, walaupun memilih tidak aktif.
Baraja telah mengalami 2 kali penahanan. Pertama pada Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman dan ditahan selama 3 tahun.
Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun karena berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985.
Nurwakhid mengatakan, kelompok Khilafatul Muslimin sama bahayanya dengan HTI, NIII dan ISIS karena mengkampanyekan tegaknya sistem khilafah. Beberapa waktu lalu, kelompok ini sempat viral karena menggelar konvoi di jalan di Brebes, Jawa Tengah dan Jakarta Timur.
Mereka membawa atribut bertuliskan ‘Kebangkitan Khilafah’ dan mengkampanyekan tegak-nya sistem khilafah sebagai solusi umat yang dilakukan oleh kelompok Khilafatul Muslimin.
Khilafatul Muslimin ini sebenarnya memiliki cita dan ideologi yang sama dengan HTI yang telah dibubarkan oleh pemerintah, yaitu mendirikan khilafah.
"Bedanya, HTI merupakan gerakan trans-nasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih,” jelas Nurwakhid dilansir Antara, Selasa, 31 Mei lalu.
Nurwakhid menjelaskan genealogi Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan ini adalah mantan NII.
Nurwakhid menambahkan ada beberapa parameter yang bisa dipakai dalam melihat Khilafatul Muslimin. Pertama, aspek ideologi sangat berbahaya dengan memiliki cita ideologi khilafah di Indonesia sebagaimana HTI.
"Walaupun dalam pengakuan mereka tidak bertentangan dengan Pancasila, namun ideologi mereka adalah mengkafirkan sistem yang tidak sesuai dengan pandangannya," jelasnya.
Kedua, lanjut Nurwakhid, secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII, MMI dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme.
Ketiga, dampak ideologis, gerakan ini yang memiliki cita-cita ideologi perubahan sistem sangat rentan bermetamorfosa dalam gerakan teror.
"Lihatlah kasus penangkapan NAS tersangka teroris di Bekasi yang ditemukan di kontrakan-nya kardus berisi Khilafatul Muslimin dan logo bordir Khilafatul Muslimin," ungkapnya.
Baca juga:
Selain itu, lanjut Nurwakhid, gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. bahkan pada masa kejayaan ISIS pada tahun 2015, Rohan Gunaratna Peneliti Terorisme dari Singapura menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS.
BNPT yang diamanatkan sebagai leading sector untuk melakukan koordinasi pencegahan terhadap paham yang dapat mendorong terorisme telah mengkoordinasikan Pemerintah Daerah, Forkopimda di seluruh wilayah NKRI untuk mewaspadai gerakan ini karena bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme.