Rp750 Ribu Tiket ke Borobudur, Anggota DPR: Kok Wisata yang Dikelola Negara Lebih Mahal Dibanding Swasta?

JAKARTA - DPR memahami rencana kenaikan harga tiket akses ke bangunan Candi Borobudur demi revitalisasi, pengelolaan dan pelestarian cagar budaya tersebut agar lebih baik ke depannya. Namun rencana kenaikan harga tiket untuk wisatawan lokal harus dalam batas yang wajar, dan bisa terjangkau oleh masyarakat luas.

“Kalau harga untuk tiket wisatawan mancanegara, monggo-lah itu murni urusan bisnis, yang kaitannya dengan nilai ekonomi dan harga yang kompetitif dengan destinasi wisata sejenis di dunia. Tapi untuk tiket wisatawan lokal, harus terjangkau oleh seluas-luasnya masyarakat Indonesia,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, M Sarmuji di Jakarta, Selasa 7 Juni.

Sarmuji mengingatkan, Candi Borobudur adalah kawasan wisata yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh karenanya, harga tiket Borobudur harus memperhatikan kemanfaatan umum dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, sebagaimana tujuan dari pendirian BUMN.

“Kalau harga tiket buat warga lokal dinaikkan sedemikian tingginya, masyarakat akan berpikir kok tempat wisata yang dikelola negara malah lebih mahal dari tempat wisata swasta ya?” tutur dia dalam keterangan tertulisnya.

Sarmuji menambahkan, tujuan BUMN selain mencari keuntungan juga harus memberi manfaat bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Komisi VI DPR yang salah satu bidang kerjanya terkait BUMN, berharap rencana kenaikan tarif Candi Borobudur memperhatikan hal tersebut.

“Dalam hal ini, berarti BUMN harus bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan wisata sebanyak-banyaknya warga negara Indonesia. Tidak boleh eksklusif untuk kalangan yang mampu membayar mahal saja,” tegas Sarmuji.

DPR memahami rencana pemerintah menjadikan Candi Borobudur sebagai laboratorium konservasi cagar budaya bertaraf internasional memerlukan pembatasan akses pengunjung ke bangunan candi, agar beban kunjungan terhadap bangunan candi berkurang. Namun, kata Sarmuji, niat baik itu jangan sampai merugikan rakyat.

“Tapi kalau caranya hanya dengan menaikkan harga secara fantastis bagi wisatawan lokal, rencana tersebut menurut saya kurang bijaksana,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.

“Khususnya untuk kepentingan pelajar dan pembelajaran sejarah, harga tiket harus lebih murah lagi agar generasi sekarang bisa memetik pelajaran dari masa lalu,” imbuh Sarmuji.

Dia pun menilai, masih banyak cara lain untuk membatasi pengunjung yang naik ke bangunan candi. Menurut Sarmuji, sistem reservasi online yang marak digunakan pada era transisi pandemi Covid-19 sebagai bentuk pembatasan kuota pengunjung, bisa dijadikan salah satu solusi tanpa harus menaikkan harga secara fantastis.

“Pembatasan kuota pengujung dengan harga tinggi bukan cara yang tepat. Bisa juga dengan cara reservasi online maksimal 1.200 orang per hari misalnya, tanpa harus menaikkan harga tiket secara fantastis,” imbaunya.

Sarmuji juga mengingatkan, pengelola kawasan wisata Candi Borobudur harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada wisatawan tentang pelestaraian cagar budaya milik bangsa. Ia berharap pengelola bersama instansi terkait melibatkan DPR sebagai representasi rakyat mengenai rencana kenaikan tiket masuk Candi Borobudur.

“Jadi jangan sosialisasi dan edukasi tentang wajah baru Candi Borobudur kalah dengan hebohnya berita tentang kenaikan harga,” tutup Sarmuji.