Jaga Transparansi, Emiten Diminta Tak Lakukan Window Dressing

JAKARTA - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa menghentikan praktik window dressing yang bertujuan memoles laporan keuangan emiten agar tampak lebih baik dari kondisi sebenarnya.

Menurut Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo, perilaku sebagian perusahaan tercatat di BEI saat menjelang akhir tahun kerap melakukan window dressing pada laporan keuangan, kegiatan itu tidak ubahnya sebagai upaya merekayasa kinerja keuangan agar tampak lebih baik.

"Window dressing sama dengan melakukan permak laporan keuangan atau seperti operasi pelastik pada wajah. Supaya perusahaan menjadi tampak lebih cantik. Yang seharusnya rugi menjadi laba dan yang labanya kecil menjadi lebih gede," kata Yustinus dalam diskusi "Seputar Asuransi Jiwasraya dari Perspektif Organisasi Profesi Akuntan Publik" di Jakarta, Senin 13 Januari.

Dia berharap, otoritas berwenang di pasar modal bisa meminta agar emiten tidak melakukan window dressing. "Namun, pada kasus rekayasa laporan keuangan di Asuransi Jiwasraya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bilang bahwa hal tersebut tidak sama dengan window dressing," ucap Yustinus.

Lebih lanjut Yustinus menyebutkan, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa laporan keuangan Asuransi Jiwasraya pada 2017 mendapatkan opini tidak wajar (adverse opinion), karena kekurangan cadangan teknis sebesar Rp7 triliun.

Dengan demikian, laba Asuransi Jiwasraya di 2017 yang dilaporkan direksi sebesar Rp360 miliar, seharusnya tercatat mengalami kerugian Rp7 triliun. "Setelah terjadi kasus Asuransi Jiwasraya, selama ini kemana saja otoritas itu dan kenapa sekarang tidak menangkapnya?" ucap Yustinus.