Lapor ke DPR, BPK Ungkap Masalah Rp31 Triliun dalam Pengelolaan Uang Negara di IHPS II Tahun 2021
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari ini secara resmi telah menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 kepada Ketua DPR.
Ketua BPK Isma Yatun mengatakan IHPS II Tahun 2021 mengungkap 4.555 temuan yang memuat 6.011 permasalahan sebesar Rp31,34 triliun.
“Laporan ini menyajikan hasil pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, dan pemanfaatan hasil pemeriksaan investigatif, penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli,” ujarnya dalam keterangan pers pada Selasa, 24 Mei.
Menurut Isma, diungkapkan 3.173 permasalahan berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) sebesar Rp1,64 triliun.
Kemudian, 1.720 permasalahan merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp29,70 triliun. Serta 1.118 permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).
Diungkapkan dia jika dalam permasalahan 3E, sebesar 95,9 persen atau 3.043 permasalahan merupakan ketidakefektifan yang setara Rp218,56 miliar.
Lalu, 127 permasalahan ketidakhematan sebesar Rp1,42 triliun, dan 3 permasalahan ketidakefisienan sebesar Rp1,59 miliar.
IHPS II Tahun 2021 juga memuat hasil pemeriksaan tematik atas dua prioritas nasional sesuai Rencana Kerja Pemerintah tahun 2021, yaitu penguatan ketahanan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia.
“Pemeriksaan tematik terdiri atas 256 pemeriksaan kinerja dan 38 pemeriksaan DTT Kepatuhan yang dilaksanakan pada 35 objek pemeriksaan pemerintah pusat, 256 objek pemeriksaan pemerintah daerah, dan 3 objek pemeriksaan BUMN. Dalam pemeriksaan tematik ini, BPK mengungkap 2.427 temuan dengan 2.805 permasalahan sebesar Rp20,23 triliun,” tuturnya.
Baca juga:
Lebih lanjut, Isma menerangkan soal hasil pemeriksaan prioritas nasional penguatan ketahanan ekonomi mengungkap permasalahan. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan pada Kemendagri belum seluruhnya dirumuskan dan ditetapkan sesuai UU Cipta Kerja dan turunannya.
Kedua, mekanisme verifikasi dan sistem informasi pengelolaan permohonan belum dapat menjamin kelayakan penerima insentif perpajakan PC-PEN. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum memiliki fungsi koordinasi yang terpusat dalam pengelolaan insentif atau fasilitas perpajakan.
Sementara untuk hasil pemeriksaan prioritas nasional pembangunan SDM mengungkap permasalahan, antara lain bantuan program kartu prakerja kepada 119.494 peserta sebesar Rp289,85 miliar pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terindikasi tidak tepat sasaran.
Lalu, alokasi vaksin COVID-19, logistik, dan sarana prasarananya belum sepenuhnya menggunakan dasar perhitungan yang sesuai dengan perkembangan kondisi dan atau analisis situasi terbaru.
“Penting kami tekankan bahwa, BPK terus berupaya keras untuk mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang efektif, akuntabel, dan transparan sesuai ketentuan perundang-undangan dan praktik internasional terbaik,” tutup Ketua BPK Isma Yatun.