'Barek Samo Dipikua, Ringan Samo Dijinjiang', Filosofi Padang Pariaman yang Diadaptasi Tradisi Badoncek
PADANG PARIAMAN - Berselang dua hari setelah gempa bumi dengan magnitudo 6,1 mengguncang Kabupaten Pasaman Barat dan Pasaman pada 25 Februari 2022, para pemuda di Nagari III Koto Aur Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat segera berinisiatif melakukan penggalangan dana.
Penggalangan dana dilakukan secara langsung dengan menghimpun sumbangan dari masyarakat di tempat keramaian hingga lewat media sosial yaitu grup Whatsapp (WA).
Tidak kurang dari Rp14 juta dana yang terkumpul dan disalurkan pada sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap korban gempa di Pasaman Barat. Tidak menunggu lama, bantuan pun segera disalurkan ke posko penanggulangan bencana di Simpang Empat.
"Badoncek" atau barantam, demikian tradisi yang biasa dilakukan warga setempat untuk menggalang dana di Nagari III Koto Aur Malintang, Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Kabupaten Padang Pariaman.
Badoncek merupakan upaya memberikan sesuatu kepada pihak lain berupa uang hingga harta sebagai wujud kebersamaan dan kegotongroyongan yang populer di kalangan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman.
Prinsip yang dipakai dalam badoncek adalah falsafah adat Minang "barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang" yang artinya berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing.
Saat pandemi COVID-19 merebak pada 2020, banyak warga setempat yang juga terdampak secara ekonomi akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Warga pun menggelar badoncek untuk membantu warga yang terdampak, tidak hanya menghimpun dana dari warga setempat, penggalangan juga melibatkan warga kampung yang tengah merantau.
Bertajuk Gerakan Kemanusiaan Penanggulangan COVID-19 para pemuda setempat berhasil menghimpun dana hingga belasan juta. Para perantau yang telah sukses mulai dari pengusaha, pejabat hingga politisi ikut andil bersama-sama menyumbang.
Di Nagari III Koto Aur Malintang badoncek telah menjadi nilai yang melekat bagi warga saat ada kemalangan, program pembangunan hingga pesta pernikahan.
Wali Nagari III Koto Aur Malintang Azwar Mardin menceritakan badoncek dilakukan oleh warga saat ada pesta pernikahan, kegiatan kemasyarakatan, pembangunan fasilitas umum dan tempat ibadah hingga ada musibah.
Ia menceritakan, Masjid Raya Nurul Huda Batu Basa yang ada di nagari itu sejak awal dibangun lewat tradisi badoncek. Sementara saat hajatan atau pesta pernikahan warga sudah biasa melakukan badoncek untuk biaya pelaksanaan.
Tidak main-main, saat badoncek untuk hajatan bisa terhimpun dana hingga Rp100 juta dan tradisi itu dilakukan secara bergiliran di antara sesama warga.
"Ini sudah jadi budaya masyarakat di sini," katanya.
Baca juga:
Tidak hanya itu saat ada bencana alam juga dilakukan badoncek mulai di tingkat "korong" dan yang terakhir saat gempa Pasaman Barat dilakukan penghimpunan dana bagi korban.
Untuk teknis badoncek pada saat ini dimudahkan oleh teknologi informasi karena cukup melalui wa grup sudah bisa dilakukan penggalangan dana hingga kepada para perantau yang di luar daerah.
Jika dulu tradisi badoncek dilakukan saat Lebaran karena para perantau pulang kampung sekarang cukup melalui WA grup lalu dikirimkan rekening penampung untuk ditransfer oleh pengirim.
Tidak hanya terbatas bagi masyarakat nagari, saat ada warga dari nagari lain yang butuh biaya pengobatan hingga melahirkan dan kesulitan biaya juga pernah dilakukan badoncek.
Azwar menyampaikan jika objek badoncek adalah fasilitas umum maka akan dilakukan musyawarah terlebih dahulu. Namun kalau sifatnya sosial cukup satu atau dua orang yang mengkoordinir.
Tidak terbatas dengan harus berupa uang, meneruskan laporan Antara, badoncek juga dapat dilakukan dengan tenaga bagi yang memiliki keterbatasan finansial.
Ia menceritakan di nagari itu juga pernah dibangun jalan Padang Asam yang sudah rusak sepanjang 1 kilometer dengan rabat beton yang dilakukan warga secara bergotong royong baik tenaga maupun material yang dibutuhkan.
Untuk membangun jalan tersebut setiap pekan warga badoncek dan pembangunan murni swadaya masyarakat.
"Artinya ada nilai kegotongroyongan dan nilai sosial," katanya.
Bahkan, jangankan membangun fasilitas umum, jika ada warga yang belum punya rumah maka juga bisa dibangun lewat tradisi badoncek tersebut.
Biasanya saat peletakan batu pertama atau pondasi maka kerabat dekat dan teman empu rumah akan membawa uang dan semen.
Saat ditanyai apakah seseorang tidak akan rugi jika memberikan banyak bantuan saat badoncek, Azwar menyampaikan tradisi ini akan bergiliran suatu hari orang menyumbang di hari lain ia akan dibantu juga.
"Artinya harta yang diberikan akan kembali lagi kepada yang menyumbang di kemudian hari," katanya.
Salah seorang warga Kabupaten Padang Pariaman Eka Rusli mengakui cukup terbantu dengan adanya tradisi badoncek terutama saat menggelar pesta perkawinan saudaranya.
Jika pada siang hari pesta yang datang adalah tamu biasa, pada malam hari dimulai tradisi badoncek. Para keluarga dekat hingga warga sekitar badoncek dan tak kurang dari Rp100 juta berhasil dihimpun.
Kearifan lokal
Sementara Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi menilai tradisi badoncek merupakan salah satu kearifan lokal yang menjadi potensi serta modal sosial di Ranah Minang.
"Itu wujud kepedulian masyarakat dan perantau yang dilakukan untuk membangun masjid, mushala, fasilitas pendidikan hingga sumbangan anak yatim dan infrastruktur," katanya.
Ia melihat semangat badoncek lebih kuat di tingkat nagari karena kuatnya soliditas dan kekompakan masyarakat.
Gubernur melihat badoncek cukup merata menjadi budaya masyarakat di Sumatera Barat dan melalui semangat badoncek dan saling bantu perlu terus dikembangkan.
Pemerintah Provinsi Sumbar saat Ramadhan 1443 Hijriah juga punya program singgah sahur dan membantu pembangunan rumah warga tidak layak huni yang penghuninya kurang mampu.
Pemprov melalui Baznas memberikan stimulan kemudian masyarakat setempat bersama-sama menambah sehingga rumah yang direnovasi menjadi lebih bagus.
"Ada rumah yang diberikan bantuan stimulan dari provinsi cuma Rp25 juta namun saat dibangun nilainya menjadi Rp100 juta berkat tradisi badoncek," katanya.
Oleh sebab itu badoncek telah terbukti menjadi solusi dalam meringankan beban dan partisipasi yang perlu dipertahankan.
Tradisi ini juga sudah hadir sejak puluhan tahun lalu saat membeli pesawat Avro Anson RI003 yang merupakan pesawat ketiga milik pemerintah Indonesia hasil sumbangan dari masyarakat Minang.
Ini juga terbukti saat gempa Pasaman Barat dan Pasaman ada banyak bantuan mengalir lewat tradisi badoncek ini yang dikirim oleh warga hingga perantau.
Sementara Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur menyampaikan badoncek merupakan budaya yang sudah mengakar di Padang Pariaman sehingga apapun yang hendak dibangun sebagai wujud kebersamaan warga akan badoncek.
Menurut dia prinsip yang berlaku dalam badoncek adalah "sato sakaki" atau turut serta walau sedikit.
"Oleh sebab itu apapun hajatan dan kegiatan warga memiliki satu rasa sehingga turut serta merogoh kantong untuk ikut andil membantu dengan cara menyumbang," katanya.
Ia menilai peran badoncek cukup besar bagi pemerintah daerah karena warga bisa secara swadaya membangun berbagai infrastruktur di tingkat nagari termasuk ketika dulu terjadi bencana gempa 2009.
Ia menceritakan saat gempa 2009 masyarakat di Padang Pariaman yang tidak terkena dampak gempa turut andil badoncek membantu warga lainnya yang terdampak.
"Termasuk pada Idul Fitri kali ini ia menemukan perantau yang badoncek menyediakan ambulans bagi warga kampungnya," kata dia.
Semangat badoncek adalah semangat kedermawanan yang diikat oleh nagari akan menjadi potensi luar biasa mengatasi beragam persoalan yang terjadi di Ranah Minang.