Korea Utara Dilanda Wabah COVID-19: Korea Selatan Ingin Berikan Bantuan, Amerika Serikat Mendukung

JAKARTA - Pemerintah Korea Utara diserukan untuk menerima bantuan yang dapat menyelamatkan nyawa, membantu melindungi ekonomi dan kemungkinan mengarah pada pembukaan diplomatik, saat wabah COVID-19 melanda tanpa program vaksinasi yang memadai.

Kantor Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan pada Hari Jumat, pihaknya bermaksud untuk membantu Korea Utara, termasuk dengan menyediakan vaksin, sementara langkah-langkah spesifik akan dibahas dengan Pyongyang.

Korea Utara tidak diketahui telah mengimpor atau memberikan vaksin COVID-19 apa pun, dan merupakan satu dari hanya dua negara yang belum memulai kampanye vaksinasi.

Hingga laporan Kamis oleh kantor berita negara KCNA, Korea Utara sebelumnya tidak pernah melaporkan kasus penyakit COVID-19 yang dikonfirmasi.

Pengakuannya yang tak terduga, infeksi "meledak" di seluruh negeri membuat beberapa pengamat berharap, Pyongyang akan segera menerima vaksin.

"Mengungkap wabah melalui KCNA, yang merupakan saluran utama untuk komunikasi eksternal, menunjukkan Korea Utara dapat mencari dukungan vaksin," kata Yang Moo-jin, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, melansir Reuters 13 Mei.

"Penguncian dan kontrol ketat tidak cukup untuk mengatasi krisis tanpa vaksin."

Analis lain mengatakan, masih belum jelas apakah sikap Korea Utara melunak, dan bahwa ada banyak rintangan dengan implikasi geopolitik.

Beberapa analis berpendapat, diplomasi vaksin dengan Korea Utara dapat meredakan ketegangan di bidang lain, seperti senjata nuklir dan program rudal balistik negara itu.

"Jika kerja sama antar-Korea benar-benar terjadi, itu akan membantu meredakan ketegangan militer dan membuka kembali pembicaraan, berpotensi mengarah pada pertukaran kemanusiaan, seperti reuni keluarga yang terpisah," terang Cheong Seong-chang, direktur pusat studi Korea Utara Institut Sejong di Korea Selatan.

Namun, politisasi bantuan mungkin juga menjadi alasan utama mengapa Korea Utara ragu-ragu untuk menerimanya.

Pyongyang mungkin lebih mungkin untuk menjangkau sekutunya di Beijing terlebih dahulu, kata Cheong, meskipun Pyongyang sebelumnya menolak tawaran berupa 3 juta dosis vaksin COVID-19 dari Sinovac Biotech China.

"Jika situasi semakin tidak terkendali, akan sulit untuk menolak dukungan Barat," tandasnya.

Pihak berwenang di Pyongyang tampak curiga, mereka hanya akan mendapatkan vaksin dalam jumlah terbatas dan kemudian berada di bawah tekanan untuk menerima lebih banyak, kata penyelidik hak asasi manusia independen PBB pada Februari.

Sementara, Ppejabat Korea Selatan mengatakan Korea Utara tidak menginginkan vaksin Sinovac atau Astrazeneca Inggris-Swedia, lebih memilih Moderna dan Pfizer buatan AS. Adapun pembicaraan dengan skema pembagian vaksin global COVAX telah terhenti, karena Pyongyang menolak untuk menyetujui ganti rugi yang disebabkan oleh efek samping.

"Tapi itu sebelum wabah, dan sekarang mereka dalam keadaan darurat," Kwon Young-se, calon Korea Selatan untuk menjadi menteri unifikasi yang bertanggung jawab atas hubungan antar-Korea, mengatakan pada sidang konfirmasi parlemen pada hari Kamis.

Jika Korea Utara menerima, program pembagian vaksin internasional COVAX dapat memberikan dosis yang memungkinkan negara tersebut mengejar target imunisasi internasional, sebut juru bicara Gavi, badan amal yang membantu mengoperasikan program tersebut.

Terpisah, Thae Young-ho, mantan diplomat Korea Utara yang sekarang menjadi anggota Parlemen Korea Selatan, meminta Presiden Yoon untuk mencari pengecualian sanksi sementara selama pertemuan puncaknya yang akan datang dengan Presiden AS Joe Biden, untuk mengizinkan pengiriman bahan bakar dan pembangkit listrik ke Utara.

"Semua orang berbicara tentang dukungan vaksin, tetapi Korea Utara tidak memiliki infrastruktur untuk menyimpan vaksin di cold storage atau energi untuk memelihara sistemnya. Ini seperti memberikan beras kepada rumah tangga yang tidak memiliki kompor dan kayu bakar," paparnya.

Adapun Washington mengatakan pada Hari Kamis, bahwa pihaknya mendukung pemberian bantuan ke Korea Utara, tetapi tidak memiliki rencana saat ini untuk berbagi vaksin.

"Kami mendesak DPRK bekerja dengan komunitas internasional untuk memfasilitasi vaksinasi cepat penduduknya," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS kepada Reuters, menggunakan inisial nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.

Diberitakan sebelumnya, setidaknya satu orang yang dikonfirmasi memiliki COVID-19 telah meninggal di Korea Utara, dengan ratusan ribu telah menunjukkan gejala demam, kata media pemerintah pada Hari Jumat.

Sekitar 187.800 orang dirawat di ruang isolasi setelah demam yang tidak diketahui asalnya, telah menyebar secara eksplosif ke seluruh negeri sejak akhir April, kantor berita resmi KCNA. Sekitar 350.000 orang telah menunjukkan tanda-tanda demam itu, termasuk 18.000 yang baru melaporkan gejala tersebut pada Kamis, terang KCNA. Sementara, sekitar 162.200 telah dirawat, tetapi tidak merinci berapa banyak yang dinyatakan positif COVID-