Polda Kaltara Koordinasi dengan KPK Telusuri Aset Polisi Tajir Briptu HSB

JAKARTA - Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyebut Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara) telah berkoordinasi dengan lembaganya terkait penelusuran aset milik Briptu HSB.

"Untuk Polda Kaltara, informasi yang kami peroleh kemarin sudah ada koordinasi awal bahwa karena ini dikembangkan ke tindak pidana pencucian uang (TPPU)," ujar Ali di gedung KPK, Jakarta dikutip Antara, Selasa, 10 Mei.

Briptu HSB adalah tersangka kasus tambang emas ilegal di Kaltara.

"KPK dengan punya direktorat baru, pengelolaan barang bukti dan eksekusi, termasuk ada unit selain 'asset tracing', juga kan sekarang ada 'forensic accounting', itu dibutuhkan untuk bagaimana me-'tracing' dugaan dari harta yang diperoleh dari kegiatan yang diduga ilegal tadi, ilegal penambangan, penambangan ilegal emas," ujar Ali.

Karena itu, kata Ali, Polda Kaltara berkoordinasi dengan KPK untuk menelusuri lebih jauh aset-aset milik Briptu HSB tersebut. Selain itu, ia juga menyampaikan KPK akan mengkaji lebih jauh apakah ada potensi tindak pidana korupsi dalam kasus Briptu HSB itu.

"Kami punya pengalaman, misalnya, perkara Nur Alam (mantan Gubernur Sulawesi Tenggara). Itu kan terkait dengan sumber daya alam, di sana bisa hitung kerugian keuangan negara, misalnya, terkait dengan kegiatan-kegiatan penambangan. Di sana lah ada pintu masuk saya kira KPK bisa mengkaji lebih jauh terkait dengan kasus ini," ucap Ali.

Berdasarkan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polda Kaltara, HSB yang notabene berpangkat Briptu dan bertugas di Ditpolair Polda Kaltara diduga memiliki penambangan emas ilegal di Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan.

Dari proses penyidikan, penyidik menyangkakan Pasal 158 juncto Pasal 160 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Ia diancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.

Briptu HSB juga diduga terlibat kepemilikan bisnis ilegal, seperti baju bekas dan narkotika. Yang di kemudian hari ditemukan 17 kontainer berisi pakaian bekas.

Atas kegiatan ilegal itu, HSB juga dijerat Pasal 112 juncto Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Termasuk Pasal 51 ayat (2) juncto Pasal 2 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dari Barang Dilarang Impor, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Ia juga dijerat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Penyidik Polda Kaltara juga telah mengamankan sejumlah barang milik Briptu HSB di antaranya jam tangan mewah, mobil, "speedboat", dan lain-lain. Selain itu, turut diamankan 15 rekening bank terkait kasus tersebut.