Jakarta Sambut Lebaran dengan Gempita, Rampak 30 Beduk Berkumandang di JIS
JAKARTA – Ibukota Jakarta dipastikan akan menyambut lebaran ini dengan gegap gempita. Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan sebanyak 30 beduk didatangkan dari lima penjuru wilayah Kota Administrasi Jakarta dan satu Kabupaten Kepulauan Seribu.
Beduk-beduk ini akan memeriahkan malam takbiran di Jakarta International Stadium (JIS), Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Minggu malam, 1 Mei.
Kedatangan beduk tersebut untuk ditabuh pada pertunjukan atraksi rampak beduk untuk merayakan malam takbiran menyambut 1 Syawal 1443 Hijriah bersama para bintang tamu Indah Nevertari, Opick, dan Pasha Ungu untuk mengisi acara.
“Rampak beduk ini kami hadirkan yang terbaik yang akan mewakili wilayah masing-masing kota dan kabupaten untuk ikut berkolaborasi melantunkan gema takbir bersama para bintang tamu saat pertunjukan festival tabuh beduk nanti malam,” ujar Iwan di Jakarta, Minggu, 1 Mei.
Sedangkan untuk lokasi tabuh beduk, akan dipusatkan di area Ramp Barat, Jakarta Internasional Stadium pada pukul 19.30 WIB hingga 22.00 WIB.
Iwan juga menjelaskan rampak beduk merupakan seni menabuh gendang besar secara serempak sehingga menghasilkan irama yang selaras dan enak didengar.
Baca juga:
Adapun kelompok khusus penabuh beduk yang dihadirkan akan diperkenalkan secara disiplin oleh seniman Betawi, Atien Kisam, untuk menampilkan keselarasan irama pada 30 beduk.
"Rampak beduk ini akan berkolaborasi membentuk satu kesatuan yang dikemas dengan baik pada saat pelaksanaan festival tabuh beduk malam takbiran. Harapannya, selain ikut menyemarakkan lebaran di Jakarta, kegiatan ini dapat menumbuhkan semangat persaudaraan dan persatuan di Hari Kemenangan," ujar Iwan.
Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, dalam ulasannya mengenai sejarah beduk mengatakan, sebelum adanya pengeras suara, beduk sudah dimanfaatkan sejak adanya surau atau langgar, dan dipukul sebagai penanda waktu salat sebelum azan dikumandangkan.
Sementara itu, keberadaannya diperkirakan ada sejak sepuluh masehi (XM), merujuk pada Kitab Masa'il al yang ditulis oleh Layt Abu Nashr tentang pengajaran sembahyang, dan wafat pada tahun 983 M di Jakarta.
Selain digunakan sebagai penanda waktu shalat, pukulan beduk juga digunakan pada waktu lebaran, hingga penanda kabar kematian.