BP2MI Mencatat, Ada 14 Ribu Kasus ABK Kapal Pekerja Migran Indonesia yang Jadi Korban Kekerasan
JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mulai melakukan pembenahan terhadap tata kelola awak kapal niaga migran dan awak kapal perikanan migran Indonesia secara menyeluruh guna melindungi anak buah kapal (ABK) pekerja migran Indonesia (PMI).
Pasalnya, BP2MI kerap menemukan perusahan penempatan PMI (P3MI) yang melakukan penempatan pekerja migran Indonesia tanpa prosedur yang benar.
BP2MI mencatat sejak 2017-2021, jumlah pengaduan terkait awak kapal perikanan mencapai 12.877 kasus. Kasus dominan terjadi di kawasan Asia - Afrika dan kawasan Eropa - Timur Tengah.
"Kasus terbanyak yang dialami ABK terkait gaji tidak layak, jam kerja tidak terbatas, kondisi kerja tidak manusiawi, tidak adanya jaminan sosial dan keselamatan kerja, serta berbagai tindak kekerasan lainnya," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani kepada VOI, Senin 18 April.
Berdasarkan Undang-Undang 18 Tahun 2018 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia pada pasal 4 ayat 1 poin c, pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca juga:
Karena jika tidak ada upaya pencegahan yang membuat jera para P3MI nakal, sambung Benny, kasus kecelakaan yang membawa PMI hingga kasus TPPO akan terus bertambah setiap tahunnya.
"Pengaduan ada 42 ribu kasus. Pengaduan dari ABK ke BP2MI sebanyak 14 ribu kasus dan yang belum terselesaikan tinggal 1.400 kasus lagi," ujarnya.
Namun Benny menyayangkan belum adanya hukum yang kuat untuk menyentuh perusahaan penempatan PMI ilegal.
"Kami mengajak seluruh stakeholder menjalin kolaborasi untuk melindungi awak kapal perikanan migran Indonesia. Semoga dapat mendorong pembenahan tata kelola terkait perlindungan ABK," katanya.