BLT Minyak Goreng Diserbu Warga, Pengamat: Menko Airlangga Punya Peran Penting
JAKARTA – Pemerintah pada awal pekan ini telah mulai menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat sebagai bentuk perlindungan sosial atas kenaikan harga minyak goreng. Sebelumnya, negara memilih skema subsidi melalui produsen guna mengatasi lonjakan harga salah satu kebutuhan pokok tersebut.
Namun, strategi itu dinilai tidak cukup berhasil untuk menekan harga. Malahan, masalah baru muncul: terjadi kelangkaan minyak goreng.
Atas situasi ini pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta Robi Nurhadi menyampaikan pandangannya. Menurut dia, keputusan memilih skema BLT adalah cara yang paling tepat.
Pasalnya, pemberian bantuan tunai dianggap cukup praktis, fleksibel, dan uang diterima masyarakat bisa langsung digunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
“Selain itu, distribusi BLT lebih mudah dibanding bantuan lain, seperti bantuan sosial sembako,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Kamis, 14 April.
Robi menambahkan, berdasarkan pengalaman di Indonesia, penyaluran dana dalam jumlah besar di kalangan atas justru berpeluang membuka kesempatan korupsi.
“Kan lebih mudah karena terdistribusi langsung pada rekening orang atau kelompok yang menjadi tujuan,” tuturnya.
Baca juga:
Lebih lanjut, akademisi itu juga menyoroti kebijakan serupa yang banyak diadopsi bukan hanya di Indonesia atau Asia, tetapi juga di Amerika, Afrika, maupun Eropa.
"BLT telah menjadi model kebijakan yang banyak digunakan. Negara-negara Eropa juga banyak memberikan bantuan kepada warganya dengan model ini. Tinggal bagaimana melakukan implementasi dan pengawasannya yang harus diperkuat,” kata dia.
Robi menganggap salah satu yang berperan cukup penting dalam merealisasikan program BLT minyak goreng adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Dia (Menko Airlangga) menjadi inisiator dari banyak kebijakan strategis pemerintah di bidang ekonomi,” ucap Robi.
Sebagai informasi, BLT minyak goreng rencananya diberikan kepada sekitar 20,5 juta keluarga dan 2,5 juta pedagang kaki lima yang berjualan gorengan. Adapun, total anggaran yang disediakan pemerintah dalam program ini tidak kurang dari Rp6,9 triliun.