Diduga Terima Gratifikasi Akomodasi dan Tiket MotoGP, Lili Pintauli Bisa Diancam Pidana 20 Tahun Penjara
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar berpotensi dijatuhi hukuman jika dia benar menerima gratifikasi.
Hal ini disampaikan untuk menanggapi pelaporan Lili yang tengah diusut Dewan Pengawas. Dia diduga menerima akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Penerimaan itu bisa dianggap sebagai gratifikasi jika Lili bersikap pasif begitu saja dan tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12B UU Tipikor dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 13 April.
Tak hanya itu, Lili juga bisa dianggap melakukan praktik suap jika pemberi ternyata memberikan akomodasi dan tiket itu untuk mengamankan sebuah perkara di KPK. Sama seperti gratifikasi, hukumannya pun tak main-main hingga 20 tahun penjara atau seumur hidup.
Meski begitu, pelaporan Lili ke Dewas KPK sebenarnya tak mengejutkan ICW. Alasannya, kata Kurnia, ini bukan kali pertama Lili diduga melakukan pelanggaran etik.
"Isu pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat," ujarnya.
Lebih lanjut, Dewan Pengawas KPK diminta untuk segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik ini. Kurnia mengatakan Tumpak Hatorangan dkk harus proaktif untuk mencari dan mengumpulkan bukti relevan seperti bukti komunikasi, manifest penerbangan, atau rekaman CCTV di Sirkuit Mandalika.
"Selain itu Dewan Pengawas KPK harus segera membawa dugaan pelanggaran kode etik ini ke dalam persidangan etik," tegas Kurnia.
Jika dari persidangan ini, Lili dinyatakan bersalah, Dewas KPK diminta untuk menyarankan Lili mengundurkan diri. "Kalau permintaan itu diabaikan, Dewan Pengawas mesti menyurati Presiden agar segera memberhentikan Lili dengan alasan telah melakukan perbuatan tercela sesuai Pasal 32 ayat (1) huruf c UU Nomor 19 Tahun 2019," jelas Kurnia.
Baca juga:
Tak hanya itu, KPK juga harus menyelidiki dugaan pidana dalam pemberian ini. "Sebab, ranah penindakan bukan berada di Dewan Pengawas. Sehingga, dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan Kedeputian Penindakan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Lili diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari salah satu perusahaan pelat merah.
Aduan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dewas KPK dengan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak. Selain itu, Tumpak Hatorangan dkk sudah meminta pihak terkait untuk membawa bukti pemesanan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.
Adapun pengaduan ini bukan pertama kalinya ditujukan terhadap Lili. Pada 30 Agustus 2021 lalu, Dewas KPK telah menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sehingga dijatuhi sanksi berat.
Dia dinyatakan bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Atas perbuatannya, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan atau sebesar Rp1,848 juta.