Polri Tetapkan 19 Tersangka Penyelewengan BBM Subsidi, Cari Keuntungan Lewat Disparitas Harga
JAKARTA - Mabes Polri meringkus 19 tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Belasan tersangka diamankan di 6 wilayah.
"Kita sudah menangkap kurang lebih 19 tersangka di 6 wilayah," ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada wartawan, Jumat, 8 April.
Para tersangka ini memanfaatkan disparitas harga antara solar subsidi dan industri yang mencapai Rp12.500. Mereka memanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
"Kita temukan disalahgunakaan oleh kelompok masyarakat tertentu yang kemudian memanfaatkan disparitas harga," ungkap Sigit
Penindakan terhadap oknum-oknum yang mencoba bermain dengan ketersediaan BBM akan terus dilakukan. Sehingga, stok bahar bakar bersubsidi ini akan aman bagi masyarakat.
Terlebih, saat ini masyarakat sangat membutuhkan BBM untuk membangun kembali usaha. Di mana, hampir dua tahun Indonesia dilanda pandemi COVID-19.
"Distribusi atau peruntukan BBM bersubsidi betul-betul bisa diberikan kepada masyarakat yang perlu disubsidi," kata Sigit.
Polri melalui enam Polda mulai mengusut adanya dugaan tindak pidana di balik kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Pengumpulan bukti dan petunjuk pun dilakukan.
"Enam Polda yang mengusut kasus itu yakni, Polda Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali dan Gorontalo," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.
Untuk proses penyidikan yang dilakukan Polda Sumatera Barat berdasarkan satu laporan polisi. Di mana, modus operandi yang dilaporkan dengan cara pengangkutan dan jual beli BBM bersubsidi.
Baca juga:
- Pelaku Penyelewengan Solar Subsidi Bakal Ditindak Tegas
- Polisi Tangkap Pengoplos Solar Subsidi di Pekanbaru
- Modus Licik 5 Pelaku yang Menimbun Solar Subsidi di Sumsel, Modifikasi Mobil Tangki Biar Muat Banyak
- 3.075 Liter Solar Subsidi Dijual ke Pabrik dengan Harga Tinggi, Diangkut dengan Jeriken dan Drum
Sementara, Polda Jambi menangani delapan laporan polisi terkait dugaan tindak pidana terkait BBM. Lalu, Polda Kalimantan Selatan terdapat tujuh laporan polisi.
Selanjutnya, Polda Kalimantan Timur, Polda Bali, dan Polda Gorontalo, masing-masing menangani satu laporan polisi.
"Semua laporan itu memiliki modus operandi pengangkutan dan jual beli BBM bersubsidi," kata Dedi.
Dalam proses penyidikan tersebut, polisi menerapkan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan atas Pasal 55 UU Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.