Eksklusif, Iman Brotoseno: TVRI Konsisten Merawat Budaya dan Tradisi
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) setelah hadirnya televisi swasta memang tak sepopuler dulu saat televisi pelat merah itu tak ada pesaing. Belakangan program-program yang disuguhkan memang tidak lebih terkenal dari program yang ada di televisi swasta. Namun kata Iman Brotoseno, Direktur Utama LPP TVRI, hingga saat ini lembaga yang dia pimpin masih konsisten dalam merawat budaya dan tradisi Indonesia.
***
Persaingan di industri pertelevisian yang demikian ketat. Ini membuat pelaku industri televisi berlomba menyuguhkan program-program yang berorientasi pada rating dan share audience dari Nielsen Media Research. Keadaan ini, menurut Iman Brotoseno tidak terhindarkan. Namun bagi TVRI sebagai LPP mereka harus tetap berpegang pada visi misi yang diamanatkan undang-undang.
Diakui Iman pihaknya tidak anti dengan data yang secara berkala dikeluarkan Nielsen itu, bahkan pihaknya juga berlangganan. Namun karena berbagai pertimbangan mereka tidak menjadikan data itu sebagai patokan. “Saya paham tv swasta selalu merujuk kepada data dari Nielsen dalam rating dan share audience. Saya tidak anti dengan data ini, bahkan kami juga berlangganan. Namun kami tidak menjadikan data ini sebagai patokan. Karena ada pemahaman yang berbeda, dan TVRI punya fungsi kepublikan yang tak bisa diabaikan,” katanya.
Karena peran itulah program berbasis budaya dan tradisi mendapat tempat khusus. “Selama ini kami secara konsisten melestarikan kebudayaan, merawat tradisi dan menjadi alat perekat sosial. Kami juga sebagai garda terdepan untuk menjaga NKRI dan Pancasila. Sejauh ini kita sudah bisa melakukan tugas untuk memberikan pelayanan publik yang terkait dengan fungsi kepublikan itu. Kami sudah berada di rel yang benar,” tandas Iman.
Sebagai tv publik memang TVRI akan dibandingkan dengan tv sejenis di manca negara seperti CCTV (China), NHK (Jepang), BBC (Inggris) dan CNA (Singapura) dan lain-lain. Selain menyasar masyarakat Indonesia baik yang berdomisili di Indonesia dan manca negara, TVRI melalui Kanal TVRI World juga diproyeksi menjadi alat propaganda Indonesia di dunia luar. “Kalau dibandingkan dengan tv publik di negara-negara lain kita masih harus banyak berbenah dan belajar agar benar-benar bisa menjadi seperti yang diharapkan,” katanya kepada Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai yang menemuinya belum lama berselang di Kantor LPP TVRI, Senayan Jakarta Pusat. Inilah petikan selengkapnya.
TVRI mempunyai tugas memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat kepada publik, sejauh mana peran ini sudah dilaksanakan?
Sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang ada fungsi kepublikan yang harus dijalani, seperti memberikan informasi yang akurat dan sehat. Kemudian melestarikan kebudayaan, merawat tradisi dan menjadi alat perekat sosial. Kami juga sebagai garda terdepan untuk menjaga NKRI dan Pancasila. Sejauh ini kita sudah bisa melakukan tugas untuk memberikan pelayanan publik yang terkait dengan fungsi kepublikan itu. Kami sudah berada di rel yang benar. Saat ini kita banyak program-program yang mungkin tidak terlalu komersial dan mungkin tidak terlalu populer jika dibanding dengan program di televisi swasta. Kami tetap jalankan karena ini tugas yang diamanatkan pada TVRI.
Apa saja program dimaksud?
Misalnya kami punya program bagaimana merawat budaya dan tradisi, musik tradisi dan hal-hal yang bernuansa tradisional lainnya. Kalau di TV nasional lainnya mungkin hanya musik pop atau musik dangdut. Kita merawat musik keroncong, jazz, country, rock juga ada musik indi melalui program musik yang ada.
Kami juga juga punya program UMKM dikemas dengan cara kekinian. Namanya Paten, itu singkatan dari pemuda kreatif dan keren. Itu juga sesuai dengan arahan presiden Jokowi ketika beliau menerima saya yang minta supaya TVRI membuat program dengan platform UMKM. Mungkin tv-tv lain enggak enggak melihat itu sebagai sesuatu yang menarik, ya enggak masalah.
Dalam bidang pariwisata kami bikin program Pesona Indonesia itu juga kita mengangkat budaya, turisme, dan ini menjadi highlight di TVRI. Bagaimana kita mengangkat wisata pesisir atau destinasi di berbagai wilayah Indonesia.
Apa lagi selain itu?
Program keagamaan seperti mimbar agama Khonghucu, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Islam tentunya juga masih konsisten kami buat sejak dahulu. Saya tidak khawatir TVRI akan ditinggal pemirsa karena programnya dianggap tidak komersial. Jika merujuk kepada data Nielsen ada yang hanya diambil di 11 kota besar mulai dari Medan sampai Jakarta Surabaya Denpasar bahkan di Indonesia Timur hanya Makassar.
Sebenarnya TVRI itu tv yang paling menjangkau seluruh negeri ini. Kita punya 361 pemancar yang menembus pelosok negeri, perbatasan negara, pengunungan dan desa-desa. Kalau tv swasta bervariasi, ada yang 10, 50, 60, 80 pemancar. Inilah kekuatan TVRI yang harus dioptimalkan.
Perkembangan media baru, dan media sosial amat pesat sekarang, bagaimana menghadapi hal ini?
Kami tidak melupakan perkembangan zaman, jadi saat ini kita paham ada YouTube sebagai media baru. Kami juga harus beradaptasi, sekarang kalau dilihat program-program TVRI banyak berubah. Saat dipanggil presiden, dia juga mengharapkan agar share audience TVRI diubah dari usia pensiun ke milenial yang rentang usianya 16 sampai 36. Saya sepakat dengan itu. Jadi program-program TVRI pun juga ikut berubah tampilannya. Acara untuk UMKM dikemas dengan gaya anak muda yang kekinian dari sisi pengambilan gambar, komposisi, dan editing.
Ada juga remake program yang dulu sukses, namanya Losmen Reborn. Ceritanya diadaptasi dengan masa kini, pemainnya juga baru. Ada Ray Sahetapy, Dewi Yull, dan lain-lain. Sutradaranya kita minta Andi Yusuf Bachtiar (sutradara film Love for Sale). Ini akan dibuat stripping, jadi TVRI juga punya mini seri seperti tv-tv lainnya. Program ini dibuat bagus sesuai dengan standar film, soalnya basic saya di film. Ini akan jadi benchmark baru bagi TVRI.
Banyak yang nggak tahu kalau TVRI itu punya 4 kanal sekarang. TVRI Nasional, TVRI Daerah, TVRI Sport dan TVRI World. Yang terakhir adalah kanal yang siaran 24 jam dan semuanya berbahasa Inggris. Ini penting untuk propaganda RI di luar negeri. Seperti negara lain yang juga sudah punya; CCTV (China), NHK (Jepang), BBC (Inggris) dan CNA (Singapura). TVRI World isinya budaya, pariwisata, peluang investasi, infornasi produk Indonesia dan diplomasi Indonesia. Untuk momen G20 TVRI ditunjuk sebagai host broadcaster. TVRI World akan kita maksimalkan untuk perhelatan ini.
TVRI dianggap kalah bersaing dengan tv swasta, apa tanggapan Anda?
Saya paham tv swasta selalu merujuk kepada data dari Nielsen dalam rating dan share audience. Saya tidak anti dengan data ini, bahkan kami juga berlangganan. Namun kami tidak menjadikan data ini sebagai patokan. Karena ada pemahaman yang berbeda, dan TVRI punya fungsi kepublikan yang tak bisa diabaikan. Kita tidak mungkin bikin infotainment atau tayangan gosip. Soalnya tugas tv publik itu sudah jelas.
Menurut hasil riset dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) beberapa bulan yang lalu dengan 12 perguruan tinggi negeri di Indonesia konten berita TVRI adalah yang terbaik di antara tv-tv nasional. Selain itu konten religi dan konten anak juga mendapatkan predikat terbaik. Untuk konten wisata dan travel TVRI nomor dua setelah MetroTV. Jadi hasil kami tidak buruk-buruk amat.
Menurut penelitian Reuters Institute dan Oxford University tahun lalu, TVRI dipilih sebagai salah satu media yang paling terpercaya publik di Indonesia. Kami menjadi media yang menjadi tempat rujukan, seperti clearing house. Kalau TVRI mau diadu dengan tv swasta masalahnya tidak apple to apple juga. Kita tidak bisa berdebat soal itu karena kita tak punya pilihan.
TVRI adalah televisi yang paling luas jangkauan siarannnya. Sampai saat ini daerah mana saja yang belum terjangkau siaran TVRI? Apa target untuk memperluas jangkauan siaran?
Indonesia ini amat luas. Sampai saat ini siaran TVRI baru menjangkau 78 persen dari populasi. Terutama di Indonesia bagian Timur di pedalaman Papua, belum terjangkau. Kita terus membangun pemancar. Kalau rencana digitalisasi seluruh negeri terealisir kita berharap minimal 92 persen cakupan akan meningkat. Jadi tinggal 8 persen, saya pikir itu sudah maksimal karena tidak mudah untuk medan pulau-pulau dengan kontur yang bervariasi.
TVRI masih bergantung pada negara, ini yang bikin sulit bersaing dengan TV Swasta, apa pandangan Anda?
Sebenarnya kami punya kebebasan, tapi sesuai dengan amanat undang-undang TVRI independen tidak partisan dan netral. Walau pun kami TV negara, tapi kami bukan TV pemerintah. Kita ini TV publik dengan fungsi kepublikan. Karena anggaran kami dari APBN, sehingga kita tidak sembarangan seperti media lain yang menghajar Pemerintah. TVRI tidak mungkin menyerang pejabat negara. Kami mengkritik dengan cara elegan, iya. Itulah pakemnya TVRI dalam menyampaikan masukan.
Saat kementerian dan lembaga meminta siaran langsung misalnya, mereka harus memenuhi kriteria yang sudah ada. Berbeda dengan RI-1 (Presiden) dan RI-2 (Wakil Presiden). Tapi untuk kementerian dan lembaga kami ada otonomi sendiri. Saya juga bisa menolak permintaan siaran langsung dari sebuah partai politik.
Baca juga:
- Ketika Dirut Baru TVRI Jadi Sorotan karena Pernah Jadi Kontributor Majalah Playboy Indonesia
- Buka-bukaan Anak Buah Sri Mulyani: TVRI Dapat Rp31,7 Miliar, RRI Rp3,8 Miliar untuk Siarkan PON Papua
- Amien Rais Nilai Jokowi dan Luhut Ugal-ugalan, Sarankan Cek Kondisi Kejiwaan ke Psikolog
- Eksklusif, Rosan Roeslani: Olimpiade Tokyo 2020 Capaian Medali Indonesia Meningkat, Peringkat Turun
Menurut pendapat Anda badan hukum TVRI itu, yang pas apa Yayasan, LPP atau Persero?
LPP adalah pilihan terbaik, karena harus menjaga fungsi kepublikan ini untuk berpihak kepada publik. Kalau persero, jadi BUMN. LPP dibawah presiden langsung. Ada suara yang menyarakan TVRI jadi Badan Layanan Umum. Menurut saya LPP yang paling ideal saat ini.
Bagaimana kesiapan TVRI untuk perpindahan system analog ke digital atau analog switch off (ASO)?
Meski pemberlakuan ASO itu bertahap mulai 30 April 2022, 25 Agustus 2022 dan 22 November 2022, kami siap kapan pun. TVRI sudah melakukan siaran digital sejak tahun 2016 sampai 2021. Yang benar hampit semua stasiun TVRI di daerah melakukan siaran digital dan analog secara bersamaan atau yang disebut simulcast. Yang belum siap itu tv sebelah.
Perkembangan media baru dan media sosial membuat orang meninggalkan tv konvensional, seperti apa mensikapinya?
Suatu saat TV itu tidak akan dinikmati dengan cara konvensional lagi. Menonton TV dengan cara kita dulu bersama keluarga atau sendirian, cara duduk di depan TV sudah nggak lagi. TV itu akan dinikmati melalui mobile dengan gadget dan internet. Jadi ujung-ujungnya konten yang menentukan. Anak milenia sekarang mencari berita 80 persen di media sosial. Berita yang kita buat harus related dengan sosial media. Kita bangun media baru dengan bikin channel Youtube dan Tiktok. Tahun in saya targetkan kita punya OTT (over the top). Jadi kita bisa jual program kepada penonton. Dengan menayangkan program lama yang direstorasi.
Iman Brotoseno, Berburu Hiu hingga ke Afrika
Sebelum menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di Lembaga Penyiaran Publik TVRI (Televisi Republik Indonesia), Iman Brotoseno sudah melakoni beragam profesi. Dia adalah seorang pewarta, fotografer, sineas, hingga blogger yang kiprahnya tak hanya di Indonesia namun hingga manca negara. Sebagai fotografer, ia bahkan berburu hiu hingga ke Afrika.
Liputannya tentang pariwisata dan alam bawah laut sudah dipublikasikan di berbagai majalah lokal dan mancanegara dan juga blog pribadinya. Banyak yang berdecak kagum saat membaca liputan perjalanan yang ia lakukan. Ia sukses membius membaca dengan tulisan dan jepretan kameranya.
Ia suka menulis dan memiliki blog tentang alam bawah laut di http://dunialaut.com. Pengalaman menyelam dan memotret alam bawah laut itu ia kisahkan dalam blog-nya. Tak hanya sebagai penyelam professional, Iman juga terdaftar sebagai instruktur menyelam di PADI.
Sebagai seorang penyelam Iman memang amat terpesona dengan kekayaan dan keindahan alam bawah laut. Salah satu ketertarikannya dengan hiu, si monster bawah laut yang kerap dibuat film oleh sineas dari berbagai belahan dunia. “Hiu itu satwa yang amat menarik dan menantang untuk diabadikan. Meski sudah banyak yang melakukannya secara pribadi saya tertantang untuk melakukan hal yang sama,” kata alumni Fakultas Hukum UI 1989 ini.
Mengapa sampai harus ke Afrika atau belahan dunia lain untuk mengabadikan aktivitas hiu. Apakah di perairan Indonesia tak ada? “Susah menemukan hiu besar seperti Great White Shark, Tiger Shark di perairan Indonesia. Di sini umumnya hiu karang yang kecil dan ditangkap nelayan,” lanjutnya.
Fokus
Selama menjadi Dirut LPP TVRI diakui Iman Brotoseno ia nyaris tak bisa melakoni hobi travelling yang kerap dilakukannya sebelumnya. Ditambah dengan pandemi yang melanta nyaris seantero bumi, lengkap sudah alasan untuk tak bisa melakukan hobinya.
“Semenjak menjadi Dirut TVRI kesibukan saya membuat film iklan dan film layer lebar praktis tak bisa dilakukan. Begitu juga dengan aktivitas saya sebagai fotografer dan menulis reportase wisata seperti sebelumnya sulit untuk diwujudkan,” kata mantan Ketua Asosiasi Pekerja Film Iklan Indonesia 2006-2012.
Hari-hari Iman banyak disibukkan dengan urusan TVRI, mulai dari TVRI Stasiun Pusat di Senayan Jakarta sampai TVRI Daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Semua harus ia tangani. “Tugas saya sebagai Dirut salah satunya mendatangi TVRI Daerah yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Ya travelling-nya yang kunjungan kerja ke daerah-daerah,” lanjutnya.
Salah satu karya Iman yang membuatnya diperbincangkan adalah film 3 Srikandi keluaran rumah produksi Multivision Plus. Ia mengarahkan bintang film ternama seperti Reza Rahadian, Bunga Cintra Lestari, Chelsea Islan dan Tara Basro. Seluruh perhatian ia kerahkan untuk menuntaskan film yang diambil dari kisah nyata saat pertama kali Indonesia berhasil meraih medali di ajang Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan.
Setelah film itu kapan akan menyutradari film lagi? Mendapat pertanyaan seperti ini Iman terdiam. Sejurus kemudin ia mejawab. “Waktunya yang belum ada, ini saya masih ada utang 4 film lagi. Saya belum tahu kapan bisa merealisasikannya,” lanjutnya.
Warnai
Sebagai orang yang ahli dalam bidang pembuatan iklan, film dan juga aktif di media internet sebagai seorang blogger. Sejak tahun 2011 hingga sekarang ia menempati posisi sebagai Asean Blogger President.
Sebagai sorang sineas ia ingin menerapkan secara bertahap kecakapannya dalam dunia film dalam produksi di TVRI. Tidak jarang ia turun langsung mengarahkan suatu acara untuk even yang besar dan berskala nasional.
Dalam pembuatan miniseri Losmen Reborn yang merupakan remake serial Losmen yang sempat berjaya beberapa dasawarsa lalu Iman menggandeng sutradara film layer lebar; Andi Yusuf Bachtiar yang salah satu karyanya adalah sutradara film Love for Sale. Iman yang juga sutradara memang tak bis amengerjakan secara langsung proyek ini. Namun ia ingin pembutaan Losmen Reborn berdasarkan standar sinematografi yang sering dibuat di dunia film. “Karena itu saya minta tim di TVRI investasi dengan membeli kamera yang representatif untuk pembuatan film,” kata Iman yang berharap langkahnya ini bisa menjadi benchmark baru bagi TVRI.
Ia juga perhatian agar program-program TVRI bisa diakses oleh generasi milenial. Caranya dengan membuat program dengan pendekatan kekikian; dari segi pengambilan gambar, komposisi, dan editing. Dan juga soal pentingnya media sosial sebagai wahana untuk sosialisasi kepada publik.
“Dulu Youtube-nya TVRI itu sudah ada tapi belum optimal, nah sekarang kita optimalkan. Begitu juga dengan media sosial yang lain seperti Tiktok. Dulu satu orang menghandle semua media sosial, sekarng kita bikin fokus. Tujuannya agar optimal dan bisa tepat sasaran,” paparnya.
Pelan namun pasti Iman Brotoseno mulai mewarnai LPP TVRI. Dengan latar belakangnya sebagai sineas, fotografer, pewarta dan blogger, ia mencoba menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Namun TVRI tetap sebagai televisi publik yang akan memberikan perhatian lebih untuk kepentingan publik.
“Sebenarnya TVRI itu tv yang paling menjangkau seluruh negeri ini. Kita punya 361 pemancar yang menembus pelosok negeri, perbatasan negara, pengunungan dan desa-desa. Kalau tv swasta bervariasi, ada yang 10, 50, 60, 80 pemancar. Inilah kekuatan TVRI yang harus dioptimalkan.”