Komisi III DPR Nilai Pemekaran Wilayah Kabupaten Natuna Belum Relevan
JAKARTA - Kehadiran kapal-kapal nelayan dan Coast Guard China di perairan Natuna, dirasa mengganggu kedaulatan Indonesia. Kondisi itu kemudian, memunculkan wacana perluasan wilayah kabupaten Natuna menjadi provinsi khusus.
Wacana itu dilontarkan Bupati Kabupaten Natuna, Abdul Hamid Rizal, untuk menjadikan wilayah Natuna dan Anambas menjadi provinsi khusus. Alasannya agar meningkatkan kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola wilayah pantai dan laut di Natuna.
"Dengan dijadikannya Natuna sebagai provinsi khusus, maka akan meningkatkan kewenangan dan kemampuan dalam menjaga, mengelola, dan turut serta mengawal wilayah pantai dan laut di Natuna," kata Hamid melalui keterangan tertulisnya.
Hamid merujuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam beleid ini, pemerintah kabupaten/kota tak memiliki kewenangan terhadap wilayah perairan laut. Akibatnya Pemerintah Kabupaten Natuna pun tak bisa berbuat banyak untuk menjaga dan mengelola wilayah perairan tersebut.
Khusus penjagaan, kata dia, juga bisa lebih maksimal di wilayah perbatasan. Selama ini, kawasan tersebut termasuk kewenangan Provinsi Kepulauan Riau.
Baca juga:
Soal usulan ini, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menilai ide pemekaran wilayah dengan menjaga kedaulatan tidak bisa disamaratakan. Sebab menurutnya, menjaga kedaulatan negara merupakan tanggung jawab semua pihak tanpa memandang wilayahnya.
Pria yang akrab disapa Doli ini menegaskan, upaya China yang mengklaim dan melaut di Perairan Natuna telah mengusik kedaulatan Indonesia. Sehingga gangguan-gangguan semacam ini bukan hanya urusan pemerintah daerah di Natuna saja, tetapi juga tanggung jawap ke tingkat pusat.
"Jangankan kabupaten, provinsi, yang mereka ganggu negara, scoop-nya lebih besar. Negara yang mereka ganggu. Jadi enggak ada relevansinya dengan mau dibentuk provinsi itu. Negara aja mau mereka tembus apalagi provinsi, kan gitu," tuturnya, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Januari.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, alasan pemekaran provinsi karena masalah ancaman kedaulatan negara bukan alasan yang tepat. Setidaknya, kata Doli, harus ada alasan kuat yang mengharuskan Natuna menjadi provinsi.
"Kalau pun ada usulan mereka mau provinsi sendiri, alasan bahwa sekarang ini salah satu wilayah di Natuna itu mau diklaim oleh China. Itu tidak menjadi salah satu pertimbangan yang utama untuk melahirkan provinsi Natuna. Kecuali ada alasan-alasan yang lain," ucapnya.
Ia menambahkan sampai saat ini pihaknya belum menerima usulan pemekaran kabupaten Natuna untuk menjadi provinsi. "Saya tidak tahu apakah memang Kabupaten Natuna dan sekitarnya itu sudah pernah mengajukan untuk membentuk provinsi sendiri atau tidak. Seingat saya sih belum ada," jelasnya.
Alasan lain kenapa Kabupaten Natuna tidak dapat dipertimbangan agar menjadi provinsi adalah karena pemerintah tengah melalukan moratorium. Namun, menurut Doli, dari data yang diketahuinya tidak ada daftar nama Provinsi Natuna didalamnya.
"Sampai hari ini di Kemendagri sudah terdaftar sekitar 315 calon daerah otonomi baru, baik provinsi maupun di kabupaten/kota. Saya belum liat sepenuhnya, tetapi setahu saya di Provinsi Natuna tidak ada," ucapnya.
Kata Doli, wilayah yang saat ini akan mengalami pemekaran adalah Papua. Lantaran luas wilayah yang terbagi dalam sejumlah lokasi.
"Kalau yang (pemekaran) provinsi itu misalnya Papua, bahwa itu akan menjadi tujuh semuanya. Itu yang sekarang jadi isu betul gitu. Kemudian di Sumut ada beberapa gitu ya, terus di Sulawesi ada Provinsi Buton. Nah itu yang sampai hari ini yang sounding ke kita dan beberapa kali mereka melaksanakan hearing dengan komisi II," paparnya.