Luhut Enggan Cabut Laporan Haris dan Fatia Meski Sudah Disarankan DPR

JAKARTA - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan enggan mencabut laporan pencemaran nama baik dengan terlapor dua pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Meskipun sebelumnya Komisi III DPR telah menyarankan Menko Luhut agar menempuh cara damai. 

Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, menyatakan pencabutan laporan atau proses damai tak bakal dilakukan karena pihaknya sudah semaksimal mungkin mencari jalan keluar meski tetap gagal. 

"Ya bagaimana kita cabut laporan, sudah diproses kok. Kita hormati proses hukum ini," ujar Juniver, Selasa, 22 Maret. 

Juniver menjelaskan, langkah untuk meminta klarifikasi atas pernyataan yang tidak benar dari kedua terlapor, tak pernah dilakukan meski sudah dua kali pihaknya mengirimkan surat.

"Sudah dua kali mengirimkan surat, malah membenturkan opini ke opini. Kemudian pada saat dipanggil kepolisian untuk mediasi dua kali tidak hadir malah dikatakan waktu kita yang mepet," jelasnya.

Menurut Juniver, kliennya sebagai Menko Marves dengan banyak agenda tetap menyempatkan waktu untuk mediasi. Namun ternyata, kata dia, kesempatan itu oleh Haris Azhar dan Fatia tidak dihormati.

"Jadi dengan demikian tidak ada itikad baik, ya sudah. Upaya-upaya yang sudah kita lakukan sudah maksimal tentu kita cari keadilannya dimana lagi kalau bukan di pengadilan," katanya. 

Kalaupun kasus ini sampai ke pengadilan, tambah Juniver, kliennya akan menghadiri setiap panggilan oleh pengadilan. 

"Akan memberikan keterangan secara jelas dan terbuka yang disaksikan oleh masyarakat di depan oleh majelis hakim," tandasnya. 

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem Taufik Basari, menyarankan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan untuk mencabut laporan terhadap aktivis Haris Azhar dan Fathia Lubis Maulidiyati yang diduga terlibat kasus pencemaran nama baik. 

Minimal kata Taufik, kasus ini bisa diselesaikan secara damai melalui mekanisme restorative justice. Sebab kasus dugaan pencemaran nama baik itu melibatkan orang yang sedang berada dalam lingkaran kekuasaan.

“Meskipun dalihnya ini adalah persoalan personal, namun sulit dihindari persepsi publik bahwa kasus ini menjadi kasus penguasa versus rakyat yang sedang memperjuangkan hak rakyat atas informasi,” ujar Taufik kepada wartawan, Senin, 21 Maret. 

Menurutnya, Menko Luhut lebih bijak menggunakan sarana media lain untuk membela diri atau menyampaikan penjelasan. Sebagai pihak yang dirugikan, kata Taufik, bisa menggunakan hak untuk mengklarifikasi, baik melalui keterangan bantahan atau bahkan jika perlu melalui riset serupa.

Di sisi lain, sambung pria yang akrab disapa Tobas ini, pihak Fathia-Haris bisa membuka ruang melalui channel yang sama terhadap bantahan tersebut.

“Kasus seperti ini tidak semestinya diselesaikan dengan proses pidana. Masih tersedia jalur-jalur lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikannya,” jelas legislator NasDem itu.

Taufik mengusulkan dua cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pertama, pencabutan laporan oleh pelapor. Kedua, pihak kepolisian mendorong penyelesaian perdamaian melalui restorative justice.

Taufik berharap pihak kepolisian mempertimbangkan dan mengkaji usulan tersebut, demi menjaga demokrasi dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang adil.

“Kemudian ditindaklanjuti dengan memberikan ruang yang sepadan dan proporsional bagi pelapor menjelaskan keterangan versinya sebagai hak untuk membantah,” katanya.