Polemik Minyak Goreng Tak Kunjung Usai, Legislator PDIP Sebut Mendag Lutfi Seperti 'Macan Ompong'

JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akhirnya memenuhi undangan rapat kerja bersama DPR untuk menjelaskan persoalan kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng. Dalam rapat tersebut Lutfi mengaku heran persoalan minyak goreng tak kunjung selesai.

Merespons paparan Mendag, Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam mengatakan dirinya tidak percaya dengan semua paparan Muhammad Lutfi. Mufti juga menyebut Mendag melengkapi penderitaan rakyat ditengah pandemi akibat masalah ini.

"Terima kasih banyak karena bapak menteri sudah melengkapi penderitaan rakyat pak. Dua tahun kemarin dihantam pandemi COVID-19, baru mau berdiri tiba-tiba disikat masalah komoditas ini," ujar Mufti dalam rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan, Kamis, 17 Maret.

"Pada kesempatan ini, panjang lebar tadi pak menteri menyampaikan A sampai Z kita sudah tidak percaya," sambungnya.

Awalnya, Mufti mengatakan, DPR masih berusaha percaya dengan berbagai kebijakan Lutfi. Namun, kata dia, Kementerian Perdagangan justru seperti macan ompong, tidak punya harga diri di hadapan rakyat hingga produsen minyak goreng.

Sebab, menurut Mufti, sejak Januari lalu sudah ada enam Permendag yang dikeluarkan, tetapi tidak ada yang terealisasi dan berimplikasi positif terhadap masyarakat.

"Harapan kami, bapak bisa menumbuhkan kepercayaan kami. Tapi kami melihat Kementerian Perdagangan seperti macan ompong, pak, tidak ada harga dirinya bukan hanya terhadap rakyat tetapi di mata produsen minyak goreng," tegas politikus PDIP itu.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan soal masalah minyak goreng yang tak kunjung selesai kepada Komisi VI DPR RI. Dirinya pun heran stok minyak goreng di masyarakat langka.

Lutfi mengatakan, sejak diberlakukannya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), tercatat jumlah CPO yang berhasil terkumpul sebanyak 720 ribu ton.

"Sebenarnya dengan Permendag 8 dan 6, di mana kita wajibkan adanya DMO, di mana pengekspor bahan CPO harus serahkan 20 persen dari jumlah ekspor dengan harga yang ditentukan. Jadi dalam periode 28 hari atau 14 Februari dan 16 Maret. Kita berhasil kumpulkan 720.612 ton dari jumlah ekspor 3,5 juta. Jadi dihitung dari 3,5 juta berbanding 720 ribu setara 20,7 persen," jelas Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Kamis, 17 Maret.

Dari jumlah CPO yang terkumpul sebanyak 720 ribu ton berhasil dijadikan minyak goreng sebanyak 570 juta liter Melihat jumlah ini, kata Lutfi, mestinya tidak ada lagi kelangkaan minyak goreng di pasar.

"Kalau menurut BPS kita konsumsi 1 liter per bulan. Dengan 570 juta liter itu setara 2 liter untuk seluruh orang Indonesia. Jadi kalau dilihat itu 168 persen dari kebutuhan konsumsi per bulan yang diperkirakan 327 ribu ton. Jadi secara teoritis ini sudah jalan," ujarnya