Hindari Krisis Energi Sebagai Dampak Konflik Rusia-Ukraina, Ahli Dorong Indonesia Segera Konversi Sawit Jadi Bahan Bakar

JAKARTA - Ahli Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat MPP mengungkapkan Indonesia harus segera melakukan reorientasi terhadap kebijakan ketahanan energinya. Hal ini merupakan buntut dari konflik Ukraina yang dapat mempengaruhi pemulihan ekonomi dunia dan Indonesia.

Tak hanya itu, konflik ini juga berpengaruh pada harga minyak dunia yang belakangan ini mulai melonjak tajam.

Menurutnya, penggunaan energi fosil Indonesia yang sudah net importir harus dirombak. Tak hanya itu, Kemandirian Energi harus segera diwujudkan.

"Indonesia harus segera mempercepat kemampuan konversi sawit CPOnya menjadi D100 (Diesel 100) dan Bensin100," ujarnya dalam keterangan yang diterima VOI, Senin 14 Maret.

Ia melanjutkan, kartel di dunia sawit harus diurai dan kemudian menjadikan konversi sawit menjadi prioritas kebijakan ekonomi.

"Indonesia harus menjadi negara pertama di dunia yang dapat mandiri dari energi fosil dalam waktu 1 tahun kedepan," ujarnya menambahkan.

Lebih jauh ia menambahkan, hal tersebut sangat mungkin karena Indonesia adalah produksi CPO minyak sawit dunia terbesar di dunia.

"Indonesia harus segera bertindak jangan sampai menunggu harga minyak 200 dolar AS per barel," kata dia.

Untuk itu, ia meminta kerja sama dari kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan kerja sama dan koordinasi untuk mempercepat konversi sawit menjadi bahan bakar.

"Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN harus melakukan koordinasi mempercepat konversi sawit menjadi bahan bakar diluar fosil bagi konsumsi dalam negeri dengan begitu Indonesia bisa selamat dari krisis energi yang dalam waktu dekat," ujarnya.

Ia juga meminta pemerintah untuk fokus pada kebijakan ketahanan energi.

"Ini bukan waktunya pencitraan apalagi minta penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan. Ayo bergerak!" pungkasnya.