Anak Berisiko Jadi Buruh karena permintaan Hand Sanitizer Tinggi

JAKARTA - Lembaga riset asal Inggris, Verisk Maplecroft menyebut, tingginya permintaan cairan pensteril tangan (hand sanitizer) dapat meningkatkan jumlah pekerja anak di perkebunan tebu. Tebu merupakan bahan baku pembuatan etanol untuk cairan gel hand sanitizer.

Verisk Maplecroft menyebut para pelaku usaha di 7 negara penghasil tebu terbesar dunia kerap menggunakan tenaga anak-anak bahkan pekerja paksa. Tujuh negara itu, di antaranya Brasil, Meksiko, dan Thailand.

“Banyak masalah struktural yang dihadapi negara penghasil tebu ... mulai dihiraukan akibat pandemi,” kata kepala unit Maplecroft di Amerika, Jimena Blanco dilansir, Antara, Kamis, 17 September.

Setelah berhasil mengurangi jumlah pekerja anak selama puluhan tahun, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan jutaan anak-anak di seluruh dunia rentan dipekerjakan di perkebunan karena banyak sekolah tutup dan orang tua mereka mengalami kesulitan keuangan. Pasalnya, pandemi COVID-19 memicu krisis ekonomi di banyak negara.

Utusan khusus PBB untuk perbudakan modern, pada Rabu, 16 September mengatakan, masyarakat miskin rentan jadi pekerja paksa. Katanya, perusahaan yang mengeksploitasi buruh untuk membuat obat-obatan serta alat kesehatan untuk menanggulangi COVID-19 harus bertanggung jawab.

Tingginya permintaan alat perlindungan diri, seperti masker memaksa pemerintah dan pelaku usaha berlomba-lomba membeli barang itu dari sejumlah pemasok baru.

“Kebutuhan mendesak itu melupakan dampak sosial yang muncul kemudian,” kata pengamat bidang hak asasi manusia dari Verisk Maplecroft, Victoria Gama. Ia juga mendesak para pelaku usaha meningkatkan transparansi pada rantai pasokan barang dunia.

Ia mengatakan pihaknya belum dapat memperkirakan seberapa banyak produksi tebu yang digunakan untuk hand sanitizer, mengingat komoditas itu juga digunakan untuk banyak produk seperti gula dan bahan bakar nabati.

Tekanan konsumen

Di Meksiko, negara yang paling rentan menghadapi masalah pekerja anak, sekolah ditutup selama pandemi dan pembelajaran dipindah dari kelas ke televisi. Namun, banyak anak-anak di kota-kota kecil tidak memiliki TV di rumah.

Organisasi nirlaba, World Vision, saat ini masih berupaya memastikan anak-anak dari kelompok migran dapat bersekolah, mencegah mereka putus sekolah, serta meningkatkan pelatihan untuk guru.

Direktur proyek itu, Oscar Castillo khawatir banyak anak-anak yang akan bekerja di perkebunan jika sekolah tidak dibuka kembali pada Januari 2021.

“Kita butuh pendekatan yang menyeluruh,” kata Castillo. Ia menambahkan masyarakat juga harus memeriksa latar belakang sebuah produk sebelum membeli.

“Jika kalian mengatakan saya tidak akan lagi membeli dari kamu, itu akan menambah tekanan ke industri, tetapi kamu belum menyelesaikan masalah”.

Adanya pandemi COVID-19 dan pemotongan anggaran dari pemerintah membuat pengawasan terhadap buruh semakin melemah. Kondisi itu dapat membuat pelanggaran terhadap hak pekerja semakin bertambah.

Dengan demikian, Blanco, pengamat dari Verisk Maplecroft menyebut tekanan dari konsumen ikut membantu memberi dampak positif pada pemenuhan hak buruh.

“Kita dapat berkontribusi lebih banyak, meskipun dari perspektif bisnis pelanggaran terhadap buruh tidak akan berakhir, justru berpotensi jadi lebih buruk,” kata dia.