Facebook, Twitter Amankan Medsosnya dari Disinformasi Konflik Rusia dan Ukraina
JAKARTA - Di tengah memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina, sejumlah media sosial mengambil tindakan cepat sebagai upaya keamanan pengguna mereka, termasuk Facebook dan Twitter.
Meta, perusahaan induk Facebook mengambil langkah baru untuk melindungi akun pengguna di Ukraina. Perusahaan mengaktifkan fitur kunci profil untuk orang-orang di negara itu, dan membangun Pusat Operasi Khusus guna memantau dengan cermat apa yang terjadi di sana.
Fitur kunci profil dimaksudkan untuk memberi pengguna akses satu klik ke fitur privasi dan keamanan tambahan. “Saat profil mereka dikunci, orang-orang yang bukan temannya tidak dapat mengunduh atau membagikan foto profil mereka atau melihat postingan di linimasa mereka,” ungkap Kepala Kebijakan Keamanan Meta Nathaniel Gleicher.
Melansir Engadget, Jumat, 25 Februari, sementara Pusat Operasi Khusus kata Gleicher, ini dikelola oleh para ahli (termasuk penutur asli) sehingga tim keamanan dapat memantau situasi dengan cermat dan bertindak secepat mungkin.
Kemudian Twitter, juga mengunggah serangkaian tips di situs jejaring sosial tentang bagaimana pengguna dapat mengamankan akun mereka untuk mencegah peretasan, atau memastikan tweet mereka bersifat pribadi dan hanya dapat dilihat oleh pengikut. Perusahaan men-tweet tips keselamatan dalam bahasa Inggris, Rusia dan Ukraina.
"Saat menggunakan Twitter dalam konflik atau area berisiko tinggi lainnya, Anda perlu tahu cara mengelola profil dan informasi digital Anda. Menyiapkan otentikasi dua faktor memastikan bahwa orang luar tidak dapat mengakses profil Anda," tweet @TwitterSafety.
Tindakan itu terjadi ketika invasi Rusia ke Ukraina meningkat pada Kamis, 24 Februari meningkatkan kekhawatiran tentang penyebaran disinformasi di media sosial.
Sebab melansir NBC News, Rusia juga berupaya untuk menyebarkan disinformasi dan propaganda di internet dan melalui media asing dan domestik tentang invasinya ke Ukraina dimulai beberapa minggu yang lalu, dan diperkirakan akan meningkat sekarang setelah konflik dimulai.
Pakar disinformasi menyatakan bahwa mereka telah melihat upaya bersama dari para pemimpin Rusia dan media yang didukung negara untuk mendorong narasi palsu seputar alasan invasi ke Ukraina.
Mereka berharap hal itu akan terus berlanjut karena tekanan internasional, bahkan beberapa perlawanan domestik Rusia terhadap perang tumbuh.
"Kita akan melihat serangan besar-besaran. Dan kita harus bersiap untuk itu," ujar Peneliti Senior di Pusat Media, Politik, dan Kebijakan Publik Universitas Harvard Shorenstein, Jane Lytvynenko.
Lytvynenko mengatakan semua orang harus bersiap untuk berbagai disinformasi dan propaganda, termasuk penggunaan gambar dan video otentik untuk mendorong narasi palsu.
Baca juga:
“Kami tahu bahwa propaganda adalah bagian dari setiap perang, dan kami tahu bahwa setelah setiap serangan, kami melihat banjir propaganda. Ini bisa bermacam-macam bentuknya. Itu dapat mencoba mengambil video di luar konteks dan mengklaimnya sebagai sesuatu yang lain. Itu bisa menunjukkan serangan Rusia lebih kuat dari yang sebenarnya," jelas Lytvynenko.
“Mereka dapat menciptakan ilusi bahwa Ukraina tidak melawan saat itu. Ini juga akan memainkan kesenjangan pengetahuan pada penonton Barat khususnya yang tidak memperhatikan perang yang telah berlangsung selama delapan tahun," imbuhnya.
Selama konflik, disinformasi dan propaganda juga bisa menjadi alat yang digunakan oleh semua pihak. Beberapa media yang beredar diketahui merupakan hasil daur ulang dari konflik lain, termasuk salah satu postingan dari halaman Facebook militer Ukraina yang terverifikasi mengunggah apa yang konon merupakan aksi militer Ukraina tetapi tampaknya merupakan cuplikan dari konflik di Suriah pada 2020.