3 Perjanjian Indonesia-Singapura Bakal Diratifikasi, Menko Polhukam: Kedua Negara Saling Diuntungkan
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menegaskan perjanjian antara Indonesia-Singapura akan diratifikasi. Tiga perjanjian tersebut yaitu Flight Information Region (FIR), perjanjian tentang Defense Coperation Agreement (DCE), dan perjanjian ekstradisi dianggap menguntungkan dua negara.
Permintaan ratifikasi dalam bentuk UU ke DPR hanya dua yakni Perjanjian Ekstradisi dan Penjanjian DCA. Sedangkan FIR disebut cukup diratifikasi dengan Perpres.
"Di dalam tata hukum hukum kita, perjanjian Internasional itu harus diratifikasi. Agar punya daya laku. Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan akan segera memproses ratifikasi perjanjian yang harus ke DPR," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 16 Februari.
Mahfud menyebut setelah ratifikasi dilakukan, Indonesia nanti akan meraih banyak keuntungan. Di antaranya, berkaitan dengan penegakan hukum.
"Kedua negara tentu saling diuntungkan. Dan Indonesia sendiri akan memperoleh keuntungan, karena kita banyak punya pelanggaran hukum pidana dimana orang-orangnya kemudian lari ke Singapura atau menyimpan asetnya di Singapura. Nanti kita bisa tindaklanjuti untuk keuntungan Indonesia dalam penegakan hukum," tegasnya.
Selain itu, kejahatan terhadap Indonesia yang ada di Singapura maupun sebaliknya bisa segera diproses secara hukum.
"Kejahatan terhadap Indonesia yang ada di Singapura, jadi bisa diserahkan ke Indonesia untuk bisa diadili atau dihukum, kemudian Indonesia juga bisa mengembalikan orang-orang Singapura yang melakukan kejahatan untuk bisa dihukum dan diadili di Singapura," ungkap Mahfud.
"Pemerintah tentu bersyukur perjanjian ini telah bisa diselesaikan pada awal tahun ini, karena ini masalah yang sudah lama. Terjadi perdebatan, terjadi tolak tarik. Apakah ini perlu, apakah ini satu paket atau tidak. Sekarang sudah dipahami semua," imbuh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu. Perjanjian itu bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Baca juga:
“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ungkap Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut, Selasa 25 Januari.
Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis. Mulai dari korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.