Bagikan:

JAKARTA - 13 Januari lalu, tim unit penanganan satwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi bersama Masyarakat Mitra Konservasi (MMK), Frankfurt Zoological Society (FZS), SOS Indonesia dan perusahaan pemasok APP Sinar Mas, melakukan pelacakan via radio (radio tracking) terhadap seekor gajah jantan bernama Ozzy saat bertandang ke kebun sawit warga RT 03, Dusun Sungai Landai, yang berada di dalam kawasan hutan produksi.

Ozzy diketahui memang rutin menjelajahi areal penyangga Bukit Tigapuluh, Jambi.

Kepala Resort Konservasi Tebo-BKSDA Jambi, Hefa Edison menyebutkan bahwa konflik manusia dan gajah adalah interaksi negatif yang timbul akibat penggunaan ruang yang sama di kantong habitat Gajah Sumatera (elephas maximus sumatrensis)

"Hampir 70 persen habitat gajah Sumatera berada di luar kawasan konservasi dan celakanya, lahan pertanian dan perkebunan yang di kelola manusia merupakan mengandung tanaman favorit gajah seperti sawit, karet dan palawija," katanya.

Hefa juga menambahkan gajah bernama Ozzy merupakan satu dari 120-an ekor gajah sumatera dari lima kelompok yang hidup di dalam dan di areal penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, yang habitatnya terjepit di antara perkebunan dan ladang-ladang milik masyarakat.

Untuk itu perlu dibangun kesepakatan di antara para pihak untuk memitigasi konflik secara partisipatif, serta menerapkan penegakan hukum untuk mencegah perburuan maupun konflik berkepanjangan.

Sementara itu, Syamsuardi, pakar mitigasi konflik dengan gajah dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) yang juga Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS), dalam diskusi itu mengatakan gajah bukanlah musuh masyarakat dan masyarakat tidak perlu memberikan respon berlebihan saat gajah hadir di areal perkebunan sawit, karet dan tanaman palawija lainnya.

"Dalam usaha konservasi satwa dan memitigasi potensi konflik, sebetulnya lebih ideal jika kawasan hutan itu bertuan, dengan legalitas pengelolaan yang jelas serta memiliki komitmen untuk mengelola kawasan secara lanskap bersama pihak lain yang ada di dalamnya dan masyarakat pun dapat diberikan izin oleh KLHK untuk mengelola kawasan hutan melalui model perhutanan sosial," kata Syamsuardi.

Kepala Departemen Social Security PT Wirakarya Sakti (WKS) Jambi, Faisal Fuad menyebutkan bahwa perusahaan siap bekerjasama dengan pihak manapun dan siap mendukung program perhutanan sosial dengan program-program pemberdayaan masyarakat sekitar.

"Jika dibutuhkan dukungan penuh dalam hal pelatihan, pengadaan bibit dan pembukaan pasar atau distribusi hasil panen, perusahaan akan siap bekerjasama, seperti budidaya lebah madu yang memperoleh pakan nektar dan polen dari bunga tanaman berkayu, jadi ada alternatif mitigasi konflik dengan gajah Sumatera," kata Faisal.

Ketua Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Muara Kilis Bersatu (MKB), Poniman menyampaikan lebih dari 53 persen dari luas areal IUPHKm (Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan) Gapoktan diperuntukkan bagi blok perlindungan hutan dan satwa liar.

Areal IUPHKm Gapoktan ini merupakan bagian dari koridor gajah yang memiliki potensi biodiversitas yang berbatasan langsung dengan TN Bukit Tigapuluh. Selain itu, areal Gapoktan juga bersentuhan langsung dengan kawasan lindung PT Wirakarya Sakti (WKS) Distrik 8 dan areal restorasi PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT).

"Beberapa bulan lalu, BKSDA Jambi juga memberikan dana hibah berupa bantuan ekonomi produktif, yang kami fokuskan pada program pembinaan habitat baik untuk pakan maupun tanaman pagar hijau sebagai pengganti pagar listrik (electric fencing). Bantuan ini diberikan berdasarkan hasil survey kelayakan habitat sebelumnya oleh BKSDA Jambi dan mitra kerjanya," kata Poniman.

Guna merealisasikan Wisata Datuk Gedang ini, pada November 2021, Gapoktan MKB telah menjalin kerja sama dengan enam desa penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh melalui pembentukan Forum Wisata Enam Desa (Forum NamDes) yang diprakarasai oleh BKSDA Jambi.

Keberadaan Pusat Informasi Konservasi Gajah (PIKG) yang sejak Oktober 2021 lalu beroperasi di Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi ini membuka potensi lain upaya perlindungan gajah.

Edi Mulyono, warga Muara Kilis yang juga seorang pawang gajah sumatera atau mahout di PIKG menambahkan pada awal Agustus 2021 dirinya mengikuti patroli gabungan di areal Gapoktanhut MKB bersama Forum Platform Kolaborasi Bukit Tigapuluh (PKBT), Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan dua pemegang izin konsesi yang mengapit HKM Gapoktan.

"Masyarakat yang sudah terlanjur menggarap lahan di blok pemanfaatan mulai mengubah pola tanam dengan tanaman kopi agar tidak dirusak gajah," katanya.

Dia meyakini bahwa rencana pengelolaan HKm Gapoktanhut MKB sudah mencakup perlindungan terhadap gajah.

Syamsuardi dalam akhir diskusinya menyatakan dukungannya terhadap program-program konservasi gajah yang saling bersinergi, gotong royong antara pemerintah, lembaga, perusahaan dan masyarakat di areal penyangga Bukit Tigapuluh.

Semestinya tidak ada wilayah yang tidak dikelola sehingga pertanggungjawaban lebih jelas dengan memegang prinsip ko-eksistensi dan komoditi-komoditi yang dikembangkan adalah yang ramah dengan gajah Sumatera.*